Medheng, Tradisi Silaturrahim Suku Bawean pada Hari Raya
BOYANESIA -- Salam toghellen (saudara)...Pada momen Hari Idul Fitri 1444 H/2023 M, ada sebuah tradisi yang melekat pada suku Bawean, yaitu Medheng. Ini merupakan tradisi silaturrahim yang diwariskan dari generasi ke generasi di Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur.
Saat berkunjung ke Pulau Bawean pada Hari Raya Idul Fitri 1444 H/2023, tim Boyanesia masih banyak mendapati santri dan pemuda Bawean yang berkeliling kampung untuk meminta maaf kepada warga maupun para guru. Walaupun, tidak sebanyak zaman dulu.
Masyarakat yang sudah berkeluarga juga berkeliling ke rumah-rumah untuk silaturrahim kepada keluarga terdekat, termasuk keluarga yang baru datang dari Malaysia. Pada hari pertama Idul Fitri 1444 H, Sabtu (22/4/2023), beberapa keluarga di Desa Sukaoneng tampak mengunjungi rumah orang tua mereka yang sudah sepuh ataupun rumah sanak familinya.
"Ini adalah salah satu rumah owa (nenek) saya. Memang setiap tahun saya Medheng ke rumah nenek-nenek saya bersama bapak dan ibu," ujar salah satu warga Bawean yang baru mudik dari Jakarta, Lail (30 tahun) kepada Boyanesia.
Sementara itu, warga Bawean yang baru pulang dari Malaysia, Yusra (38 tahun) juga Medheng ke rumah pamannya. Ia datang bersama suami dan putra-putrinya untuk silaturrahim. "Alhamdulillah tahun ini bisa Medheng ke keluarga di Bawean. Tahun kemarin soalnya tidak balik ke Bawean," ucap Yus.
Hari Raya Idul Fitri ini memang dijadikan momentum oleh mereka untuk mempererat tali persaudaraan. Peneliti asal Bawean, Ainul Yakin menjelaskan, Medheng merupakan tradisi Bawean yang dihasilkan dari asimilasi antara budaya Islam dengan tradisi setempat.
Pada dasarnya, menurut dia, antara Medheng dengan budaya Islam (silaturrahim) di Bawean tidak bertentangan. Karena itu, masyarakat Bawean menjadikan tradisi Medheng sebagai salah satu kegiatan ritual tahunan, khususnya pada momentum Hari Raya Idul Fitri.
Menurut Yakin, kata medheng dan silaturrahim memiliki arti yang sedikit berbeda. Kata siaturrahim adalah kunjung-mengunjungi antara satu dengan yang lain dan bisa dilakukan kapan saja tanpa terikat oleh momen tertentu.
Sementara, pengertian kata Medheng dalam tradisi Bawean adalah kunjung-mengkunjungi antara satu dengan yang lain. Namun, biasanya Medheng dilakukan selama tujuh hari setelah hari raya, baik hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Salah satu fungsinya untuk saling meminta maaf dan mempererat tali kekeluargaan serta persaudaraan.
Berdasarkan penuturan sesepuh Bawean, dulu setelah pelaksanaan hari raya, masyarakat Bawean Medheng ke rumah tetangga dan familinya. Mereka memulai Medheng kali pertama hari raya sampai hari ke tujuh.
Hari pertama dan kedua medheng ke rumah tetangga dan famili terdekat. Lalu, pada hari ketiga dan keempat ke rumah tetangga dan famili yang jauh baik di luar desa maupun di dalamnya. Hari kelima, keenam dan ketujuh Medheng ke rumah famili yang jauh, baik famili dari jalur ayah maupun dari jalur ibu, termasuk juga ke rumah tokoh masyarakat seperti kiai, kepala desa dan guru-guru ngaji.
Tradisi Medheng memiliki nilai mulia dan bijaksana sebagai warisan nenek moyang yang patut dilestarikan. Karena itu, warga Bawean diharapkan mampu untuk mengembalikan tradisi Medheng yang kini mulai luntur.
Baca Juga:
4 Tradisi Unik Suku Bawean di Bulan Ramadhan
Sasakbenan, Tradisi Muda-Mudi Bawean yang Terlupakan di Bulan Syaban
Mandiling, Seni Berbalas Pantun Khas Bawean