Hari Musik Nasional, Yuk Lestarikan Kercengan Tradisional
BOYANESIA -- Setiap tahunnya, Indonesia memperingati Hari Musik Nasional. Hari besar para musisi ini diperingati setiap tanggal 9 Maret. Hari Musik Nasional diperingati untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap musik nasional dan daerah Indonesia.
Namun, peringatan Musik Nasional ini kiranya juga menjadi momentum penting untuk mengenalkan musik tradisional kepada generasi muda dan mengajak mereka untuk melestarikannya. Karena, di setiap di daerah di Indonesia pasti memiliki musik tradisional. Seperti di daerah Pulau Bawean, Gresik, Jawa Timur.
Baca Juga: Filosofi Talo, Ikat Kepala Khas Bawean Karya Pesantren Penaber
Di pulau berjuluk Pulau Putri ini juga terdapat musik tradisional yang selalu diwariskan dari generasi ke generasi, yaitu Kercengan Tradisional.
Apa itu Kercengan?
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kebudayaan, Kepemudaan Dan Olahraga (Disparekrafbudpora) Kabupaten Gresik mengungkapkan bahwa Kercengan merupakan jenis kesenian hadrah khas Bawean yang dibawakan oleh laki-laki dan perempuan. Para pemain tersebut terdiri dari penabuh, vokalis, peruddat (penari) perempuan.
Kercengan memiliki irama tabuhan lambat hingga cepat yang berbeda dengan daerah lain. Mengenai syair yang dilantunkan, biasanya diambil dari kitab berzanji dan pujian-pujian bernafaskan islam. Sekilas dari beberapa gerakannya mirip dengan tari Saman dari Aceh.
Dikutip dari bekubawean, Kercengan merupakan hadrah yang ditampilkan dengan iringan musik tradisional Bawean. Alat musik tradisional yang digunakan terdiri dari sejumlah rebana/terbang khusus yang memiliki bidang badan yang lebar terbuat dari kayu. Membran sebagai penghasil suara memiliki ukuran kekencangan yang berbeda dengan terbang yang dipergunakan hadrah ISHARI.
Lagu-lagu yang dibawakan dalam Kercengan pada awalnya diambil dari Kitab Barzanji, kitab sastra yang berisi sejarah Nabi dimulai dari kelahiran sampai wafatnya. Namun, dalam perkembangannya juga ditemukan syair-syair berbahasa Bawean maupun Indonesia yang temanya masih tetap seputar pujian kepada Allah dan Nabi Muhammad serta ajaran syariat Agama Islam.
Kercengan Bawean juga dilengkapi dengan penari. Setidaknya ada 15-30 penari yang tampil, yang disebut dengan ruddet. Para penari ini duduk berbaris dalam satu, dua atau tiga shaf. Gerakan-gerakannya banyak diinspirasi dari gerakan sholat dan huruf hijaiyah lafat-lafat suci agama Islam.
Konon, para pemain Kercengan di Bawean, baik yang menabuh maupun yang menari dulunya hanya dilakukan oleh pria saja. Namun, saat ini sudah banyak ditemui wanita sebagai vokalis dan pe-ruddet kercengan. Bahkan, telah ada group kercengan yang keseluruhan personilnya adalah wanita, baik penabuhnya, vokalnya, maupun penarinya.
Baca Juga:
Sasakbenan, Tradisi Muda-Mudi Bawean yang Terlupakan di Bulan Syaban
Mandiling, Seni Berbalas Pantun Khas Bawean