Filosofi Talo, Ikat Kepala Khas Bawean Karya Pesantren Penaber
BOYANESIA – Salam toghellen (saudara: bahasa Bawean).............Pondok Pesantren Penaber Sukaoneng Tambak secara resmi melaunching ikat kepala khas Bawean “Talo” dalam acara Pekan Raya Bawean 2022 di Pantai Mumbhul, Pulau Bawean Gresik, Selasa (14/6). Talo adalah singkatan dari Tale Olo (ikat kepala: bahasa Bawean).
Talo merupakan salah satu identitas yang terbuat dari kain batik karya Pesantren Penaber bermotif khas alam dan budaya Bawean. Identitas masyarakat adat Bawean ini menyimpan beberapa simbol yang mengandung berbagai makna filosofis.
Pengasuh Pesantren Penaber Bawean, Gresik Jawa Timur, Kiai Mustafa menjelaskan, Talo atau ikat kepala secara simbolik mengandung arti bahwa beberapa pemikiran masyarakat Bawean harus diikat dengan aturan-aturan agama dan aturan adat agar tidak liar tanpa batas.
“Talo terdiri dari dua bentuk yaitu Talo yang menjadi pakaian sehari-hari dan Talo khusus para pendekar di saat masuk gelanggang,” jelas Kiai Mustafa.
Bagian depan Talo terdiri dari dua sudut (bahasa Bawean: Bucho). Sudut yang satu tampak menunjuk tegak ke atas yang berarti keesaan Allah. Kemudian, pucuk Talo setinggi 17 sentimeter bermakna 17 rakaat.
Sementara, sudut yang satunya lagi tampak menunduk ke bawah. Hal ini mengandung makna bahwa masyarakat Bawean harus tunduk kepada yang maha Esa dan harus selalu menundukkan kepala sebagai wujud penghormatan kepada sesama hamba. Sedangkan ukuran sudut 13 sentimeter ini bermakna 13 rukun shalat.
Talo ini juga memiliki gambar motif berupa tanduk rusa, bunga sentigi, motif alam, dan budaya. Gambar tersebut menjadi simbol kesadaran masyarakat Bawean untuk tetap melestarikan lingkungan alam sekitar, termasuk flora dan fauna.
Di bagian belakang kepala Talo diikatkan dengan tiga lilitan bermakna tiga rukun agama yaitu Islam, Iman, dan ihsan. Sementara, warna dasar hitam pada talo mengandung ajaran bahwa masyarakat Bawean harus selalu mengosongkan hati dan pikiran dari sifat-sifat radzail dan sifat-sifat kebendaan.
Kemudian, motif batik berwarna kuning mengandung filosofi tentang sebuah optimisme, kesejahteraan, dan juga kewibawaan serta kebijaksanaan. Dua ujung ikatan Talo posisi kanan menunjuk ke atas posisi kiri menunjuk ke bawah mengandung makna bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.
Identitas masyarakat adat Bawean ini masih belum banyak diketahui. Karena itu, Kiai Mustafa mengajak kepada para tokoh Bawean terus memperkenalkan budaya Bawean kepada masyarakat luas.
“Butuh keterlibatan para tokoh untuk memperkenalkan tradisi dan budaya lokal kepada para generasi, agar generasi kita tidak kehilangan identitas dan karakter aslinya,” kata Kiai Mustafa.
Sementara itu, Budayawan Bawean, Sugriyanto mengungkapkan kekagumannya terhadap karya dari Pondok Pesantren Penaber ini. “Pikiran ini menjadi terperangah tatkala putra daerah dari kalangan kiai muda terus berkreasi,” ujar dia.