Bawean, Pulau Kecil di Antara Pulau Jawa dan Kalimantan
BOYANESIA -- Bawean adalah pulau kecil yang terletak di Laut Jawa dan berada antara pulau besar yaitu Pulau Kalimantan di utara dan Pulau Jawa di selatan. Dalam sebuah penelitian, pulau ini juga disebut sebagai Benua Atlantis yang hilang.
Salah seorang peneliti bekas Kota Atlantis di Indonesia, Dhani Irwanto menyatakan bahwa Pulau Bawean adalah wujud dari Benua Atlantis yang melegenda dari sebelas ribu tahun silam yang diabadikan dalam cerita Filsuf Yunani, Plato dalam Timaeus and Critias. Kendati demikian, hal itu perlu dikaji dan diteliti lebih dalam lagi.
Pulau Bawean dihuni oleh suku Bawean. Masyarakat Bawean yang sudah merantau ke Singapura atau Malaysia sering disebut dengan Boyan. Panggilan Boyan sendiri sering dimaknai sebagai sopir atau tukang kebun, karena pada saat awal migrasi orang Bawean ke Malaysia dan Singapura banyak yang bekerja sebagai sopir atau tukang kebun.
Secara geografis, Pulau Bawean terletak sekitar 80 mil ke arah utara Surabaya, dan secara administratif pemerintahan masuk pada Wilayah Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Untuk menuju pulau Bawean ini bisa naik kapal feri dari Pelabuhan Gresik.
Dalam buku “Bawean: Keunikan, Budaya, dan Tradisi” karya Hamim Farhan, Khoirul Anwar, dan R. Nazriyah dijelaskan bahwa Pulau Bawean pernah menjadi bagian dari pemerintahan wilayah Surabaya, namun pada 1974 pulau Bawean masuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Gresik.
Pulau Bawean ini terdiri dari dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak. Sekilas, dialek bahasa yang dipakai orang Bawean mirip dengan bahasa Madura, tetapi sejatinya bukan bahasa Madura. Namun, orang Bawean sendiri menyebut sebagai bahasa Bawean asli.
Dikaji faktanya memang ada ungkapan bahwa Bawean itu bahasanya mirip Madura, tapi kebudayaan masyarakatnya mirip dengan budaya Melayu. Kendati demikian, di Bawean ini ternyata terdiri dari banyak varian yang dipengaruhi budaya daerah lain, seperti ada budaya Palembang, Bugis, Jawa, dan Madura. Bahkan, ada Desa Diponggo yang memiliki dialek Jawa yang khas, sangat berbeda dengan dialek bahasa asli Bawean.
Masyarakat Bawean dalam kesehariannya menggunakan bahasa Jawa, karena ini pengaruh dari keberadaan seorang Tokoh Agama yang bernama Waliyah Siti Zaenab dari keturunan kesunanan Jawa, ada yang mengatakan dari keturunan Sunan Giri Gresik, dan ada pendapat lain juga mengatakan dari keturunan Syekh Siti Jenar dari Sunan Sendang Duwur Paciran Lamongan.