Dahnil Anzar: Pesantren Garda Terdepan Pertahanan Indonesia
BOYANESIA.REPUBLIKA.CO.ID -- Pondok Pesantren Wali Barokah, Kota Kediri, Jawa Timur, menggelar bedah buku ‘Politik Pertahanan’ karya Dahnil Anzar Simanjuntak pada Senin (27/11/2023). Acara ini dihadiri lebih dari 1.000 santri dan pengurus Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII).
Buku "Politik pertahanan" ini ditulis oleh Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak. Dalam memaparkan karyanya ini, dia berpandangan, setiap warga negara dapat berkontribusi dalam pertahanan negara sesuai bidang yang digeluti.
Dalam konteks digital misalnya, kata Dahnil, para santri bisa aktif dalam pertahanan digital melalui media sosial. Apalagi dalam era digital, Dahnil mengungkapkan, yang perlu diwaspadai adalah pemilik data dengan keberpihakannya.
Baca Juga: Ubhara Jaya Gelar Asistensi Pembelajaran Literasi dan Numerasi Bagi Orang Tua Siswa
“Dengan kecanggihan artificial intelligent saat ini, setiap pemilik mampu terhubung dengan data pengguna. Sehingga yang terjadi pemilik data itu mampu menganulir kebenaran sumber data, menjadi data palsu,” kata mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah ini dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (28/11/2023).
Dia pun menyambut baik inisiatif Ponpes Wali Barokah dan DPP LDII yang memfasilitasi bedah buku ‘Politik Pertahanan’. Dia juga menegaskan bahwa pesantren merupakan modal kemerdekaan Indonesia.
Sejarah juga mencatat, peran kiai, santri, dan pesantren merupakan inisiator didirikannya TNI sehingga menjadi simbol penting pertahanan Indonesia. "Para kiai, santri, dan pesantren adalah garda terdepan pertahanan negara Indonesia," ujar Dahnil.
Baca Juga: Anak Indonesia Raih Penghargaan Bergengsi di Malaysia
Dalam paparannya, Dahnil juga membahas khusus ketahanan pangan. Ia menegaskan ketahanan pangan merupakan tanda kekuatan sebuah negara. Dahnil menyinggung perspektif Presiden Jokowi yakni hilirisasi pangan yang mengubah eksploitasi masif menjadi eksplorasi lingkungan melalui energi baru terbarukan.
"Masa depan Indonesia adalah tentang pangan, karena itu perlu generasi muda yang mau mempertahankan negara melalui pertanian," jelas Dahnil.
Ketua Umum DPP ini, KH Chriswanto Santoso mengapresiasi acara bedah buku di pesantren tersebut. Karena, menurut dia, sangat penting memberikan literasi kebangsaan di pesantren.
Baca Juga: Ketum PBNU Respons Bentrok Massa Aksi Bela Palestina dan Ormas di Bitung
“Literasi terkait wawasan kebangsaan tak hanya diperlukan di lingkungan kampus, tapi juga perlu dibahas di pondok-pondok pesantren,” ujar dia.
Dia mengatakan, kegiatan bedah buku tersebut juga sejalan dengan prioritas utama dari delapan program kerja utama LDII. Dia pun mendorong agar setiap warga negara Indonesia memiliki andil menjaga stabilitas nasional, termasuk kalangan pesantren.
“Acara ini menjadi penting, karena bertujuan agar para santri mampu memahami nilai kebangsaan, karena santri juga salah satu komponen pertahanan tersebut,” ucap dia.
Pemikiran dalam buku "Politik Pertahanan" ini juga dibedah oleh tiga pembahas, yakni Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Politik Mayjen TNI Nugroho Sulistyo Budi, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro Singgih Trisulistiyono dan Dosen Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta Ardito Bhinadi.
Dalam pemaparannya, Mayjen TNI Nugroho Sulistyo Budi mengatakan, Dahnil Anzar Simanjuntak dalam bukunya banyak berbicara masalah politik dalam pertahanan negara. Pemikiran tersebut tidak lepas dari pertahanan yang selalu berkaitan dengan politik, terutama dari sisi pengambilan keputusan terkait pertahanan.
Baca Juga: Doa Pembuka Delapan Pintu Surga Setelah Wudhu
Menurut dia, pengambilan keputusan bukan sesuatu yang sederhana, mudah diucapkan namun sulit dan perlu pemikiran mendalam dalam implementasinya.
“Seringkali dalam keadaan aman, tenang dan tenteram banyak menganggap pertahanan tidak penting, banyak yang bilang tidak ada apa-apa dan baik-baik saja. Contoh sederhana, tidak perlu satpam kompleks karena situasinya tenang, tapi begitu ada masalah barulah kelimpungan. Itulah yang sering kita hadapi saat ini,” ujar dia.
Nugroho mengatakan, Dahnil tidak hanya membahas tentang politik pertahanan namun juga tentang ketahanan pangan, siber, keamanan maritim, dan lain sebagainya. “Ketika pangan tidak mampu mencukupi kebutuhan masyarakat maka itu akan menjadi persoalan di bidang pertahanan negara. Hancurnya Indonesia bukan diserang dari luar tapi pecahnya sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa. Itulah yang paling berbahaya,” ucap dia.
Baca Juga: Siap-Siap, One Piece Season 2 Sudah di Depan Mata
Sementara itu, Guru Besar Sejarah Undip sekaligus Ketua DPP LDII, Singgih Trisulistiyono mengatakan, jika melihat dari sejarah Indonesia di masa lalu, sesungguhnya pertahanan menentukan keberlangsungan sebuah negara.
“Ratusan negara di nusantara lahir dan tenggelam akibat dari konflik internal. Mulai dari Kerajaan Kalingga, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Kutai dan lain sebagainya. Salah satu faktor hancurnya kerajaan-kerajaan itu karena mereka tidak mampu melaksanakan pertahanan,” ujar dia
Konflik internal dalam pandangan Singgih, memicu kehancuran kerajaan besar seperti Majapahit, Malaka dan sebagainya. “Penyebannya, terdapat disintegrasi konflik dan intrik internal di antara para elit. Untuk itu, buku yang ditulis oleh bung Dahnil Anzar Simanjuntak supaya tidak hanya belajar sejarah tapi juga belajar dari sejarah,” ucap Singgih.
Baca Juga: Mantan Napiter Akui Aksi Teror Berbasis Agama Masih Jadi Ancaman
Singgih menambahkan, negara yang “toto tentrem kerto raharjo” yakni negara yang punya pertahanan dan keamanan yang kuat merupakan conditio sine qua non, sebagai upaya untuk menciptakan negara yang ‘gemah ripah loh jinawi’.
“Buku ini merupakan ekspresi bahwa pertahanan merupakan investasi bukan biaya. Sudah waktunya politik pertahanan bukan hanya menjadi domain elite politik dan negara, namun rakyat juga harus terlibat terhadap isu-isu pertahanan. Sebab dalam Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Sishanrata), rakyat juga menjadi salah satu elemen pertahanan negara,” ujar dia.
Untuk membangun ‘Sishanrata’ diperlukan sosialisasi dan internalisasi ideologi dan pilar kebangsaan yang lain sehingga lahir rasa 'Mulat Sarira Hangrasa Wani, Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Melu Angrungi’.
“Bangsa Indonesia lahir dari proses sejarah, oleh sebab itu para pemuda harus diajari sejarah kebangsaan untuk membangkitkan semangat kebangsaan dan nasionalisme,” ucap dia.
Pembahas lain, ekonom dari UPN Veteran Yogyakarta sekaligus Ketua DPP LDII Ardito Bhinadi menyoroti sisi ekonomi yang dimuat dalam buku tersebut. Menurutnya, keterpurukan ekonomi bisa dipicu wabah penyakit seperti Covid-19.
"100 tahun sebelum pandemi Covid-19 juga terjadi pandemi yakni flu Spanyol yang terjadi pada tahun 1918-1920. Setelah itu muncul lah krisis pangan dan krisis ekonomi,” kata dia.
Baca Juga: Ronaldo Cetak Gol Memakau, Tendangan Elang Ala Kapten Tsubasa
Ardito berpendapat, ekonomi Indonesia juga masih rentan pascapandemi Covid-19, akibat perang Rusia dan Ukraina, fenomena El Nino dan perang antara kelompok Hamas dan Israel yang berdampak pada krisis ekonomi dunia.
“Saat ini juga sedang terjadi perang yakni perang mata uang, perang siber, dan teknologi. Ketika negara menguasai teknologi maka dialah yang akan menang. Oleh karena itu, melek terhadap politik pertahanan berarti harus melek terhadap geopolitik dan geoekonomi Indonesia,” jelas dia.