Sejarah

Penampakan Ratu Adil Setelah Pengeran Diponegoro Bersemidi di Gua Selarong

Potret Pangeran Diponegoro

BOYANESIA.REPUBLIKA.CO.ID -- Empat 14 bulan sebelum Perang Jawa pecah, Pangeran Diponegoro mengalami serangkaian mimpi dan melihat penampakan lengkap yang kemudian membantunya menjernihkan wawasan atas dirinya dan peran yang ditakdirkan kepadanya, terutama tentang pergolakan yang akan dating di Jawa.

Pertikaian terbuka Perang Jawad an keinginan memperbaiki nasib rakyat Jawa bagian tengah-selatan yang tertindas mendorong Pangeran Diponegoro untuk bertindak sebagai Ratu Adil yang diidamkan masyarakat Jawa.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam beberapa segi, penampakan tersebut kelak memperkuat dan memperjelas penampakan yang didapatkannya ketika muda. Penampakan itu juga menunjukkan tahap lain, berupa tekad tanpa surut yang akan menyingsing Perang Jawa.

Baca Juga: KH Asyiq Mukri, Ulama Bawean yang Berdakwah Hingga ke Negeri Singa

Dalam buku Sejarah Singkat Diponegoro, Wardiman Djojonegoro menjelaskan, penampakan itu terjadi pada 21 Ramadhan 1751 atau bertepatan dengan 19 Mei 1824 tatkala Pangeran Diponegoro berada di Gua Secang, atau kini dikenal dengan Gua Selarong, Kabupaten Bantul.

Saat Pangeran Diponegoro bersemidi di atas sebongkah batu hitam keramat (mungkin meteor),seseorang muncul disertai angin dan berkata:

“Aku diutus Yang Mulia. Dia tidak mempunyai rumah dan seluruh Pulau Jawa adalah rumahnya. Dia adalah Ratu Adil.”

Baca Juga: Chord Lagu Di Tepian Rindu, Ciptaan Davi Siumbing yang Viral

Setelah bersemidi, Pangeran Diponegoro lalu berangkat dengan utusan itu ke Gunung Rasamuni, Gunung Kidul. Di sana, sudah berdiri di puncaknya menghadap barat laut. Ratu Adil tampak mengenakan baju dan celana putih dengan serban hijau dan selempang merah.

Sementara, Pangeran Diponegoro berada di kaki bukit dan mengahadap ke tenggara. Ia mendengarkan Ratu Adil berbicara.

Dalam Babad Dipenonegoro (Manado) diceritakan sebagai berikut:

Baca Juga: Kesaksian Jendral Belanda Soal Ketahanan Fisik Pangeran Diponegoro

“Marmanira Sira Sun timbale widyaningsun kabeh sira duwa ing Jawa rebuten mangko lamun ana wong iku atetakon marang sireki nuwalanira Kur’an kon goleki iku Jeng

Ngabdulkamid aturnya amba nuhun sampun tan kuwawa jurit lawan tan saged ika aningli dhumateng pepati lawan malih rumiyin kawula sampun nglampahi yektose pandamel awon lelangkung inggih samin-samining jalmi

Sang ratu adil nebda nora kena iku wus dadi karsaning Sukma Tanah Jawa pinasthi marang Hyang Widi jang dhuwe lakon sira. Datan ana iya maning-maning risawusnya kumepruk swaranya mapan angler upamane panjang binanting batu nulya musna kalihaneki dadya pan datan kena winama puniku mangkana mapan anulya pangraosnya kangjeng pangeran pribadi ingkang jumeneng ngarga.”

Baca Juga: Anak Muda Diajak Beralih ke Digital untuk Isi BBM

Artinya: “Alasanku memanggilmu adalah agar kamu memimpin tentaraku. Biarlah Jawa segera ditaklukkan! Jika ada orang yang menanyai kamu tentang amanatmu, itulah Alquran. Perintahkan mereka mencarinya [di sana]!”

Ngabdulkamid (Diponegoro) berkata, ‘Hamba mohon permisi (karena) hamba tak mampu bertempur dan hamba tak tahan melihat maut. Dan lagi pula, sebelum ini, hamba sebenarnya telah mengemban tugas yang sangat (berat) di tengah sesama.’

Sang Ratu Adil menjawab: ‘Tidak bisa begitu. Sudah kehendak Yang Mahakuasa, karena nasib Jawa sudah Dia tentukan; yang akan menjalankan peran itu adalah kamu, sebab tidak ada yang lain’. Setelah itu terdengar suara nyaring seperti bantingan batu. Lalu ia pun menghilang. Jadinya mustahil melukiskan hal ini (lagi). Maka, demikianlah perasaan pangeran itu selagi ia berdiri di atas gunung.”

 

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Scribo Ergo Sum - Sampaikanlah walau satu berita