Ijazah Kiai Muslih Al-Maraqi pada Santrinya untuk Hadapi PKI
BOYANESIA.REPUBLIKA.CO.ID -- KH Muslih Al Maraqi termasuk ulama yang memiliki jiwa patriot. Saat menghadapi pembantaian Partai Komunis Indonesia (PKI), dia pun membekali santrinya dengan doa-doa. Karena, pada saat peristiwa G30S/PKI, banyak anggota PKI yang mengincar kaum bersarung.
Kiai Muslih adalah ulama NU yang masyhur dari Jawa Tengah. Ia juga merupakan pengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah, Mranggen, Demak pada 1936-1981. Ia lahir pada 1908 di perkampungan Suburan, Mranggen, Demak. Namun, tanggal dan bulan kelahirannya tidak diketahui secara pasti.
Kiai Muslih pernah menjadi anggota Laskar Hizbullah yang didirikan guna merengkuh kemerdekaan Tanah Air, serta mengikuti pelatihan Hizbullah di Cibarusa.
Baca Juga: Kalimat Penutup Khas NU dan Muhammadiyah
Santri Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen, Moh Salapudin dalam tulisannya mengungkapkan, Kiai Muslih merupakan salah satu kiai yang pernah ikut dalam pelatihan Hizbullah di Cibarusa.
Bahkan, menurut dia, Kiai Muslih dipercaya sebagai ketua regu yang salah satu anggotanya adalah Kiai Abdullah Abbas Buntet Cirebon.
Saudara Kiai Abdullah Abbas, Kiai Mustamid Abbas yang pernah nyantri bersama Kiai Muslih di Tremas Pacitan juga menceritakan bahwa Kiai Muslih mirip Sentot Ali Basya, salah satu panglima perang Pangeran Diponegoro.
Sepulang dari latihan di Cibarusa, Kiai Muslih segera mengonsolidasikan Hizbullah di Mranggen dengan merekrut santri-santri seniornya dan pemuda-pemuda Mranggen.
Baca Juga: Ini Kunci Rumah Tangga Bahagia Menurut Kiai Azaim Ibrahimy
Tercatat, beberapa pemuda Mranggen seperti Suroso dan Sukaimi turut menjadi anggota Laskar Hizbullah. Sukaimi bahkan gugur dalam sebuah pertempuran di Semarang Tenggara dan dimakamkan di belakang Masjid Besar Mranggen.
Seperti halnya peran Kiai Subkhi Temanggung yang memberikan bekal berupa doa kepada para pejuang, Kiai Muslih juga memberikan doa-doa tertentu kepada santri-santrinya. Doa-doa tersebut selain memberikan ketenangan juga meningkatkan kepercayaan diri santri dalam menghadapi musuh.
Saat terjadi peristiwa G30S/PKI pada 1965, Kiai Muslih juga membekali santrinya dengan doa-doa. Karena, saat itu banyak anggota PKI yang mengincar para santri Futuhiyyah. Karena para santri ketakutan, Kiai Muslih mengumpulkan seluruh santrinya di masjid pesantren sembari berkata,
“Para santri tenang, tidak usah khawatir, tidak usah takut. Saya kasih ijazah ini, baca ‘maliki yaumiddin’ tiga kali tidak bernafas, hentakkan kaki ke tanah, nanti kamu bisa menghilang. Musuh tidak melihat kamu. Tulis lafaz Allah di telapak tanganmu dengan lidah, terus genggam. Kalau dipakai untuk memukul musuh dia akan tersungkur.”
Baca Juga: Tradisi Unik Perayaan Maulid Nabi di Pulau Bawean, Saling Tukar Berkat
Ketika Indonesia telah merdeka dan banyak anggota Hizbullah diangkat menjadi tentara, Kiai Muslih dan para kiai lainnya kemudian kembali ke pesantren. Kiai Muslih lebih memilih untuk berkutat dengan ilmu dan mengajarkannya, serta mengamalkan keikhlasan.