Tugas Kiai Bawean Dulu, Salah Satunya Mengusir Jin

BOYANESIA -- Pesantren di Pulau Bawean, Gresik biasanya dipimpin oleh seorang kiai yang dibantu oleh sejumlah santri yang lebih tua. Santri diberi pelajaran yang diperlukan dalam bahasa Arab, fikih, tafsir, dan tauhid. Jika santri menerima pengetahuan yang luas mengenai hal itu, maka mereka mulai memasuki pelajar tasawuf.
Selain mendidik santri, kiai Bawean juga memiliki banyak tugas lainnya. Antropolog asal Belanda, Jacob Vredenbreg dalam penelitiannya telah menjelaskan tugas dan jasa Kiai Bawean zaman dulu, sekitar tahun 1962-1964. Setidaknya ada 11 tugas dan jasa Kiai Bawean yang diungkapkan dalam penelitiannya.
Dikutip dari bukunya yang berjudul “Bawean dan Islam”, Jacob Vredenbreg mengatakan, tugas kiai Bawean yang pertama adalah memberi obat. Menurut dia, sebenarnya yang diberi kiai kepada penderita sakit hanyalah air yang rupanya mendapat kekuatan supranatural oleh doa yang diucapkan kiai sewaktu menyerahkannya.
Tugas kiai di Bawean yang kedua adalah mengucapkan doa pada waktu selamatan, kenduri, atau juga disebut sedekah, yang diadakan pada peristiwa penting seperti pernikahan, khitanan, kematian, pada akhir pelajaran mengaji, pada pembangunan sebuah rumah, atau pada awal suatu usaha yang penting.
Ketiga, kiai Bawean zaman dulu juga menyembelih ayam, kambing, sapi, dan lain-lain menurut ketentuan agama. Keempat, memberi nama kepada anak yang baru lahir.
Kelima, Jacob juga mengungkapkan bahwa kiai Bawean juga kerap dimintai tolong untuk memilih tanggal yang tepat untuk memulai suatu peristiwa penting, seperti pernikahan, khitanan, serta dalam hal usaha yang bersifat material.
Keenam, kiai Bawean zaman dulu juga bertugas untuk memeriksa dan jika perlu menyesuaikan nama-nama dari calon pengantin. Ketujuh, memperingati Isra Mi’raj, yaitu perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Yerussalem yang disusul dengan perjalannya ke Sidratul Muntaha.
Kedelapan, menurut Jacob, kiai Bawean juga bertugas membagi harta peninggalan atau warisan. Kesembilan, memberi penerangan dalam perselisihan yang bersifat keagamaan. Sedangkan yang kesepuluh dan kesebelas adalah mengusir jin dan melakukan khitanan.
Lebih lanjut, Jacob menjelaskan, penerangan dan pendidikan keagamaan oleh kiai diberikan secara cuma-Cuma atau ikhlas. Memang akan dianggap tidak baik jika seorang kiai di Bawean meminta pembayaran untuk hal ini.
“Sebaliknya, dalam kebanyakan hal dari tugas-tugas yang disebut di atas ia mengharapkan pembayaran, atau lebih subtil, semacam imbalan untuk jasa-jasa yang diberikannya,” jelas Jacob.
Juru Tulis: Muhyiddin Yamin
