KH Abdul Wahab Hasbullah, Perintis Tradisi Jurnalistik Modern di NU
BOYANESIA -- KH Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971M) merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah jurnalistik modern Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Ia dikenal sebagai perintis dan pelopor dalam mengembangkan tradisi jurnalistik modern di kalangan NU.
KH Abdul Wahab Hasbullah lahir di Jombang, 31 Maret 1888. Ia adalah seorang ulama yang memiliki pandangan modern. Ia berasal dari keluarga santri yang memiliki keterkaitan erat dengan NU. Ia menempuh pendidikan di pesantren, termasuk di Pesantren Langitan, sebuah pesantren besar di Tuban yang terkenal dengan tradisi ilmu agama dan budaya.
Peran dalam Jurnalistik NU
KH Abdul Wahab Hasbullah memiliki peran penting dalam mengembangkan media massa di kalangan NU. Ia terlibat dalam mendirikan berbagai media, seperti majalah atau surat kabar yang membawa pesan-pesan keagamaan, pendidikan, dan informasi kepada umat Islam, khususnya anggota NU.
Di dalam buku “99 Kiai Kharismatik Indonesia: Riwayat, Perjuangan, Doa dan Hizib” karya KH A Aziz Masyhuri dijelaskan, bersama tokoh NU lainnya Kiai Wahab pernah membeli sebuah percetakan beserta sebuah gedung sebagai pusat aktivitas NU di Jalan Sasak 23 Surabaya.
“Dari sini kemudian ia merintis tradisi jurnalistik modern dalam NU,” tulis Kiai Aziz Masyhuri di halaman 366.
Menurut dia, perintisan tradisi jurnalistik tersebut dilandasi oleh pemikiran Kiai Wahab yang sesungguhnya amat sederhana, yaitu bagaimana menyebarkan gagasan NU secara lebih efektif dan efisien yang selama ini selalu menggunakan dakwah panggung dan pengajaran di pesantren.
Sejak saat itu mulailah diterbitkan majalah tengah bulanan “Suara Nahdlatul Ulama” atau Soeara Nahdlatul Oelama. Selama tujuh tahun majalah ini dipimpin oleh Kiai Wahab sendiri. Teknis redaksional dari majalah tersebut lalu disempurnakan oleh Kiai Mahfudz Siddiq dan menjadi surat kabar “Berita Nahdlatul Ulama”.
Di samping itu, terbit pula “Suluh Nahdlatul Ulama” di bawah asuhan Umar Burhan. Lalu “Terompet Anshar” dipimpin oleh Tamyiz Kudluri, dan majalah berbahasa Jawa “Jawa Panggah” dipimpin oleh Kiai Raden Iskandar yang kemudian digantikan oleh Saifudin Zuhri.