Agama

Pembahasan Lengkap Munas NU Soal Dam Haji Tamattu'

Para ulama dan kiai NU dalam acara Munas Alim Ulama yang digelar di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Kamis (21/9/2023).

BOYANESIA.REPUBLIKA.CO.ID -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) baru saja melaksanakan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama NU di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur pada 18-19 September 2023. Dalam munas ini, para ulama ini membahas berbagai masalah keagamaan, termasuk soal Dam Haji Tamattu’.

Pembahasan soal Dam Haji Tamattu’ ini dibahas di dalam Komisi Bhatsul Masail Waqi’iyyah. Bagaimana hasilnya?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Berikut kami sajikan pembahasan lengkapknya, mulai dari deskripsi masalah, pertanyaan, jawaban, hingga penjelasan jawabannya.

Baca Juga: MUI Imbau Dai Beri Pendidikan Politik untuk Umat

Deskripsi Masalah

Haji merupakan ibadah yang memiliki dua dimensi tak terpisahkan. Dimensi pertama adalah dimensi ritual-spiritual. Dimensi ritual-spiritual ini termanifestasikan dalam beberapa manasik haji, seperti thawaf, sai, dan wuquf di Arafah.

Sedangkan yang kedua adalah dimensi sosial yang terlihat pada pelaksanaan kewajiban dam dan sebagian besar fidyah dalam ibadah haji yang berorientasi pada pemenuhan hajat fakir-miskin.

Bagi mayoritas kaum muslim Indonesia, dam haji adalah sesuatu yang hampir tidak bisa dihindari. Itu dikarenakan mayoritas jamaah haji Indonesia lebih memilih haji tamattu karena dinilai lebih meringankan jamaah dalam melaksanakan ibadah haji.

Persentase jamaah haji regular Indonesia yang melakukan haji tamattu’ pada 2023 mencapai 98 persen. Itu artinya dari 209.782 jamaah haji reguler yang tiba di tanah Suci, sebanyak 198.373 orang menjalani haji tamattu'. Tentu ini adalah jumlah yang amat besar.

Persentase jamaah haji tamattu’ Indonesia yang sangat besar memiliki dampak sosial yang juga besar, karena ada ratusan ribu kambing (misalkan) yang diperlukan untuk memenuhi kewajiban pembayaran dam tamattu’ jamaah haji Indonesia.

Masalah kemudian muncul karena pembayaran dam haji selama ini tidak terkelola dengan baik. Selama ini jamaah haji cenderung hanya menitipkan pembayaran dam kepada agen, KBIH, dan pihak lain tanpa adanya transparansi dan pertanggungjawaban distribusinya.

Baca Juga: Panji Gumilang dan Al Zaytun Akhirnya Bersedia Dibina Kemenag dan MUI

A. Pertanyaan

  1. Bolehkah melaksanakan penyembelihan dan atau pendistribusian dam tamattu’ di Indonesia?
  2. Bagaimana fiqih memandang peran pemerintah dalam tata kelola pelaksanaan dam tamattu’ jamaah haji Indonesia?
  3. Bolehkah mengganti hewan dam tamattu’ dengan uang?

Baca Juga: Pemeran Sanji di One Piece Live Action Cuit Basmalah, Apa Agamanya?

B. Jawaban

1. Dalam hal ini ada dua permasalahan utama, yaitu:

a. Penyembelihan dam tamattu’ di tanah haram dan distribusinya di Indonesia. Menurut mazhab Syafi’i tidak diperbolehkan; sedangkan menurut mazhab Hanafi diperbolehkan dengan syarat tidak disembelih sebelum Ayyamun Nahr (10, 11, 12 Dzulhijjah),

b. Penyembelihan dam tamattu’ sekaligus distribusinya di Indonesia. Hukumnya tidak diperbolehkan, kecuali dengan cara menyembelih dam tamattu’ di luar Tanah Haram mengikuti pendapat Muqabilul Adzhar mazhab Syafi’i, dan mendistribusikannya di luar Tanah Haram mengikuti mazhab Hanafi.

2. Pemerintah wajib mengawal tata kelola pelaksanaan dam tamattu’ jamaah haji Indonesia dengan regulasi dan kebijakan yang dapat menjamin keabsahan dam yang ditunaikan.

Berkaitan dengan hal ini bahtsul masail merekomendasikan kepada pemerintah agar:

  1. Mendirikan RPH (Rumah Potong Hewan) secara mandiri atau bekerja sama dengan pihak lain untuk melakukan pengelolaan dam di Tanah Haram demi menjamin keabsahan dam yang ditunaikan.
  2. Selama hal tersebut belum memenuhi kebutuhan secara ideal, maka penyembelihan dan distribusi dam tamattu’ boleh dilakukan di luar Tanah Haram.
  3. Tata kelola pelaksanaan dam agar dilakukan secara transparan, bertanggung jawab dan terbaik untuk para jamaah haji dan penerimanya.

3. Penyembelihan hewan dam tamattu’ tidak boleh diganti uang karena merupakan ibadah yang bersifat dogmatif (ta’abbudi), sehingga tidak bisa diganti dengan selainnya.

Baca Juga: Iman pada Akhirat Jadi Penolong di Usia Senja

C. PENJELASAN JAWABAN

  1. Penyembelihan dan atau Pendistribusian Dam Jamaah Haji di Indonesia

Dam adalah kewajiban yang harus ditunaikan orang ihram karena meninggalkan kewajiban, melakukan pelanggaran atau karena melakukan haji tamattu’. Sedangkan hadyu adalah hewan tertentu yang wajib didatangkan di tanah haram, yaitu hewan yang mencukupi dibuat kurban.

????? ????????????: ??????????? ??? ??????? ???? ????????? ???? ????????? ??????????  ???????????? ????? ??? ???????? ??? ????????????? ???? ????????? ??????????? ??????????? ????????. ????????? ????????? ???????????? ??????????: ???? ???????? ???????? ???? ????????? ????????????. ????????? ??????????? ???????????? ?????????? ???????? ????? ????? ??? ???????. ?????????????? ???? ????????? ??????????? ???????????.

Artinya, “Ulama berkata: Al-Hadyu ialah sesuatu tang dihadiahkan untuk tanah Haram dari hewan ataupun selainnya. Yang dimaksud hadyu ialah hewan yang dapat mencukupi disembelih sebagai kurban. Dari unta, sapi, dan kambing khususnya. Karena itulah Mushanif memberikan qayyid dengan perkataannya yakni: Memberikan hadiah kepadanya dari hewan ternak, maka dikhususkan hewan ternak sebab keberadaannya bersifat mutlak pada setiap hal yang dihadiahkan."

???????? ??????? ?????? ???????? ????????? ???? ??????????????? ???????????? ??? ????????? ?????????? ???????? ???????? ??????? ???? ????????????? ???????????? ??? ???????? ????????. ???????????????? ???? ??????????? ????? ?????????? ????????? ???????????? ????? ???????? ????????? ???? ??????? ?????????.

Artinya, “Kewajiban dam adakalanya karena melakukan salah satu keharaman ihram yang dijelaskan di dalam pasal yang telah lewat, adakalanya disebabkan meninggalkan salah satu kewajiban di bab sebelumnya. Makna yang lekas dipaham dari ucapan ulama: “Yang dikehendaki dam adalah hewan dan yang menggantikan kedudukannya yaitu makanan dan puasa.”

Di antara dalil kewajiban menunaikan dam adalah firman Allah perihal haji tamattu’:

?????? ????????? ????????????? ????? ???????? ????? ??????????? ???? ????????? ?????? ???? ?????? ????????? ????????? ???????? ??? ???????? ?????????? ????? ??????????

Artinya, “Maka siapa yang mengerjakan umrah sebelum haji (tamatu’), dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Akan tetapi, jika tidak mendapatkannya, dia (wajib) berpuasa tiga hari dalam (masa) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali.” (Q.S. Al-Baqarah: 196).

Selain itu, terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Ka’ab bin ‘Ujrah:

???? ?????? ???? ???????? ?????? ????? ??????? ????? ??????? ????? ?????? ????? ???????? ????????? ????? ???? ?????? ??????????????. ??????? ????: ?????? ???????? ????????? ?????: ??????. ??????? ???? ?????????? ?????? ????? ???????? ?????????: ???????? ????????? ????? ??????? ????? ???????? ???? ???? ???????? ????????? ???? ???????? ???????? ????? ???? ?????? ????? ??????? ??????????.

Artinya: “Diriwayatkan dari Ka’ab bin ‘Ujrah ra: Sungguh Rasulullah saw melewatiku saat perjanjian Hudaibiyyah, lantas beliau bersabda: “Apakah kutu kepalamu membuatmu sakit?” Kemudian Ka’ab menjawab: “Iya.” Lalu Nabi saw bersabda kepadanya: “Cukurlah rambut kepalamu, lalu sembelihlah kambing sebagai nusuk (ibadah pembayaran dam), puasa tiga hari, atau memberi makan (makanan pokok) sejumlah tiga sha’ kurma kepada enam orang miskin.” (Muttafaq ‘Alaih).

Sebagai pelaksanaan ibadah, penunaian dam terdapat dua dimensi. Pertama, dimensi ritual, yaitu dalam bentuk iraqatud dam (penyembelihan) sebagai ritual mendekatkan diri kepada Allah. Kedua dimensi sosial, yaitu dalam bentuk tafriqatul lahm (pembagian daging) kepada fakir miskin.

Apakah kedua dimensi dam tersebut bersifat dogmatif (ghairu ma’qulah) atau sebagian dogmatif sebagian lagi non dogmatif (ghairu ma’qulah)?

Menurut mazhab Syafi’i, baik iraqatud dam dan tafriqatul lahm bersifat dogmatif. Mazhab Syafi’i memahaminya dari ayat Alquran:

??????? ??????? ???????????

Artinya, “Hewan dam sebagai hadiah yang disampaikan ke Ka’bah (tanah Haram).” (QS Al-Maidah: 95).

Artinya, penyembelihan dan pendistribusian hewan dam wajib ‘balighal ka’bah’, wajib ditunaikan di tanah haram, dan tidak sah dilakukan di luar tanah haram, karena tidak ‘balighal ka’bah’. Demikian ini adalah pandangan mayoritas mazhab Syafii.

Sementara menurut pendapat muqabilul adzhar, penyembelihan dam boleh dilakukan di luar tanah haram, karena yang terpenting adalah sampainya dam ditanah haram, meskipun penyembelihan dilakukan di luar Tanah Haram.

??????????? ???????? ??????????? ??? ???????????. ????? ????????: ??????? ??????? ??????????? [???????: ??]. ?????? ?????? ??????? ????????? ???? ????????? ????. ??????????? ????????? ???? ???????? ???? ???????? ??????????? ??? ????????? ?????? ????????? ?????????. ??????? ???????????? ???? ????????? ?????? ?????? ???? ?????????

Artinya, “Penyembelihan dam dikhususkan di Tanah Haram menurut qaul adzhar. Allah swt berfirman: “Hewan dam sebagai hadiah yang disampaikan ke Ka’bah (Tanah Haram).” [QS Al-Maidah: 95]. Apabila penyembelihan dilakukan di luar Tanah Haram maka tidak dianggap sah. Pendapat kedua (muqabilul adzhar) menyatakan bahwa penyembelihan dilakukan di luar Tanah Haram tetap dianggap sah dengan syarat hasil sembelihan tersebut dikirim dan didistribusikan ke Tanah Haram sebelum berubahnya daging. Sebab tujuan utama dam ialah daging, dan tujuan tersebut tercapai dengan dam didistribusikan ke Tanah Haram.”

Sementara menurut mazhab Hanafi, iraqatud dam (penyembelihan hewan dam) bersifat dogmatif, sedangkan tasaruf atau distribusinya tidak. Karena prinsip ini, mazhab Hanafi mewajibkan penyembelihan dam di tanah haram dan tidak menganggapnya sah dilakukan di luar tanah haram, sesuai pesan dalam ayat “balighal ka’bah”. Sedangkan untuk distribusinya yang penting sampai kepada fakir miskin, baik di Tanah Haram maupun di luarnya, termasuk pula fakir miskin di Indonesia.

????? ??????? ??????  ????????? ????? ??? ????????? ?????????? ????????: ??????? ??????? ??????????? [???????: 95]. ?????? ????? ???????? ??? ?????? ????????? ???? ?????? ???????? ????????? ??????????? ???????

Artinya, “Tidak boleh menyembelih hewan hadyu kecuali di Tanah Haram. Allah swt berfirman: “Hewan dam sebagai hadiah yang disampaikan ke Ka’bah (tanah Haram).” (Al-Maidah: 95). Seandainya boleh melakukan penyembelihan di luar Tanah Haram, maka penyebutan frasa ‘Disampaikan ke Ka’bah (tanah Haram)’ taka da maknanya.”

?????????? ???? ??????????? ????? ????? ??????????? ???????? ???????????? ???? ???????? ??????????? ????????. ??????? ??????????? ???????? ???????????? ?????????? ??????? ??????? ???????????. ????????????? ????? ????? ???????? ???????? ????? ????????? ????? ???????? ??????? ???????????? ???????? ??? ????? ???????? ????? ????????? ??????? ????????? ???????????? ????????? ??? ???????? ?????? ??? ??????? ?????????? ???? ??????? ??????????.

Artinya, “Dan boleh menyedekahkan dam kepada fakir miskin Tanah Haram dan selainnya. Maksudnya kepada selain fakir miskin tanah Haram. Karena sedekah adalah ibadah yang dapat dinalar untuk memenuhi kebutuhan orang yang membutuhkan, dan sedekah kepada fakir miskin merupakan ibadah, sehingga tidak terkhusus bagi kepada fakir miskin manapun, karena sedekah adalah ibadah yang berlaku di setiap tempat, sehingga tidak berlaku secara khusus pada satu tempat tertentu, berbeda halnya dengan penyembelihan dam. Karena penyembelihan dam tidak dapat dilakukan kecuali di tempat tertentu atau waktu tertentu."

Namun perlu diperhatikan, menurut mazhab Hanafi penyembelihan dam tamattu’ disyaratkan disembelih pada Ayyamun Nahr (10, 11, 12 Dzulhijjah) atau setelahnya. Secara lebih detail penyembelihan dam tamattu’ sebelum Ayyamun Nahr tidak sah. Adapun penyembelihan setelah Ayyamun Nahar (tanggal 10,11 dan 12 Dzulhijjah) sah, namun wajib membayar dam lagi menurut Abu Hanifah, dan tidak wajib membayar dam lagi menurut Abu Yusuf dan Muhammad, karena penyembelihan pada Ayyamun Nahr hukumnya sunah menurut keduanya.

 (????????????? ?????? ?????????) ???? ???????? ?????? ??????????? ???????????? (???????? ??????????? ????????????) ??????? ?????? ?????? ???????? ???? ???????? ?????????? ????

(???????? ?????? ??????) ???? ?????????????? ?????? ??????? ????????? ???? ???????????? (???????? ???? ????????) ???? ???? ?????????? ????????: ???? ?????? ?????? ?????????: ???? ?????????? ????? ??????? ??????? ??????????? ?????? ?????????? ???????????? ???? ?????????????? ?????? ??????????? ???????? ???????????? ???????? ?????? ???? ?????? ?????? ???????????? ??????????? ??? ?????? ????????

Artinya, “Dam tertentu pada hari Nahr, (maksudnya waktu Nahar yaitu tiga hari) untuk menyembelih hadyu tamattu’ dan qiran, maka tidak mencukupi sebelum hari Nahar, bahkan sah setelahnya namun berkewajiban membayar dam”. Ucapan pengarang, tidak mencukupi, sesuai ijma ulama. Kalimat falam yujzi dengan dibaca dlomah awalnya dari akar kata al-Ijza’. Ucapan pengarang, sah setelahnya, maksudnya setelah hari Nahar maksudnya setelah hari-hari Nahr, namun seseorang dinyatakan meninggalkan kewajiban menurut Imam Abu Hanifah, maka wajib baginya membayar dam karena mengakhirkan penyembelihan. Adapun menurut Abu Yusuf dan Muhammad, tidak mengakhirkan penyembelihan (dari hari Nahr) adalah sunah, sehingga bila ia menyembelih setelah tahallul dengan mencukur rambut, tidak ada kewajiban apapun.” 

Memahami penjelasan di atas dapat dipahami bahwa penyembelihan dan distribusi dam tamattu’ di luar Tanah Haram memiliki argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Di sisi penyembelihan di luar Tanah Haram mengikuti pendapat Muqabilul Adzhar mazhab Syafi’i, dan di sisi distribusi di luar Tanah Haram mengikuti mazhab Hanafi.

Sebagai tambahan, penunaian dam tamattu’ bisa dilakukan dengan menyembelih sapi oleh tujuh orang sang sama-sama bertujuan melakukan penyembelihan yang bersifat ibadah.

(????????: ????? ????? ??? ??????????? ????? ??? ???????????) ??????? ????????? ?????????? ???? ????????? ??????????? ???????????? ????? ??????? ????????? ????? ???? ?????????? ????????? ???????? ??????????? ??????????? ??????? ???????????????? ???????????????? ????????? ??????? ???????????? ???? ????????? ??? ????? ???? ??????? ?????? ????????? ??? ????? ???? ?????????? ?????? ????????? ??? ????? ???? ?????? ... ????????? ??????? ??????? ?????????????? ??? ???????? ????? ??? ?????????????? ???????? ???????? ???????? ???????????? ?????? ??????????? ????????????? ???? ???? ????????? ??????????? ????????? ?????? ???????? ?????? ... ??????? ????? ?????? ???????????? ???????? ???? ???????? ????????? ????? ????????? ???? ??????????

Artinya, “Ungkapan Hafizhuddin An-Nasafi: “Hewan yang sah dalam kurban, juga sah untuk dijadikan sebagai hadyu”. Maksudnya diperbolehkan hadyu dengan unta, sapi, dan kambing, dan tidak boleh menggunakan kambing kriteria jadza' kecuali domba. Sebab hadyu adalah ibadah yang berhubungan dengan mengalirkan darah seperti kurban, maka keduanya sama dalam segi ketentuannya. Adapun kriteria tsaniy dari kambing, yaitu yang usianya genap 1 tahun. Sedangkan dari sapi adalah 2 tahun sedangkan sapi adalah umur 5 tahun … Ungkapan An-Nasafi itu juga menunjukkan bahwa boleh bersekutu dalam menyembelih dam berupa sapi sebagaimana dalam kurban, dengan syarat semua orang yang bersekutu mempunyai tujuan ibadah dalam menyembelih hewan itu, meskipun berbeda macam jenis sembelihan ibadahnya, baik berupa dam mut'ah, ihshar, denda karena berburu, dan selainnya ... Jika salah satu dari orang yang bersekutu non muslim atau menghendaki sedekah daging bukan hadyu, maka tidak mencukupi untuk mereka.”

Baca Juga: Bukti Keberadaan Negeri Akhirat

  1. Peran Pemerintah dalam Optimalisasi Tata Kelola dan Pemanfaatan Dam Tamattu’

Pemerintah mempunyai andil utama dalam hal menjamin kondusifitas segala sektor kehidupan masyarakat. Ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga penjaminan terhadap kondusifnya kehidupan keagamaan. Kewajiban mengupayakan kemaslahatan di berbagai sektor kehidupan masyarakat ini telah dipesankan Rasulullah saw kepada semua pemimpin dalam sabdanya:

????????? ????? ??????????? ?????????? ???? ???????????? ????????? ????? ???????????? ???? ??????????

Artinya, “Setiap kalian pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang pemimpin (negara/daerah) adalah pemimpin (bagi warga/rakyatnya) dan akan diminta tanggungjawab atas kepemimpinannya.” (HR Al-Bukhari).

Para ulama menyatakan bahwa poros utama kebijakan pemerintah adalah berdasarkan asas maslahat. Pemerintah berkewajiban mengusahakan segala kebijakan yang paling baik dan paling maslahat sesuai kemampuannya.

Secara logis, Syekh Izzudin ibnu Abdissalam menguraikan bahwa tanggungjawab pemerintah jika danalogkan sama halnya dengan tanggung jawab wali anak yatim, yakni sama-sama berasaskan maslahat.

Namun, tentu tanggung jawab pemerintah lebih besar, sebab kebijakannya berkaitan dengan masyarakat luas. Beda halnya dengan wali anak yatim yang tanggunjawabnya hanya kepada perorangan. Syekh Izzudin memaparkan:

 ??????????? ?????????? ?????????????? ????? ????????? ???? ??????????????? ????? ???? ??????????? ????????????? ???????? ??????? ?????????? ????????????? ????????? ?????????? ????????????. ????? ?????????? ?????????? ????? ?????????? ???? ??????????? ????? ??????????? ????? ???? ????????? ???? ????????? ?????????. ????? ?????????????? ??? ???????????? ?????? ????????????? ??? ??????? ???????????? ... ???????? ??????? ????????: ???? ?????????? ????? ?????????? ???? ????????? ???? ???????? [???????: 152]. ?????? ????? ????? ??? ??????? ??????????? ????????? ???? ???????? ??? ??????? ???????? ?????????????? ?????? ??????????? ????? ???????????? ???? ???????????? ???????????. ??????? ?????????? ????????? ?????????????? ??????????? ???????? ?????????? ???? ???????????? ?????????????? ???????????

Artinya, “Kebijakan pengelolaan yang diambil oleh pemimpin maupun wakil-wakilnya harus berdasarkan yang paling maslahat bagi orang-orangyang dipimpinnya dalam rangka menolak kemudharatan dan mencapai kemanfaatan dan kebaikan. Mereka tidak diperkenankan melakukan hal yang baik selagi mampu melakukan yang lebih baik, kecuali jika menimbulkan kerugian, dan mereka juga tidak diperkenankan mengambil kebijakan berdasarkan pandangan pribadinya untuk kepentingan mereka sendiri … Hal ini berdasarkan firman Allah swt: “Janganlah kalian mendekati (untuk mengalokasikan) harta anak yatim kecuali dengan jalan yang terbaik.” Meskipun firman Allah ini terkait pengelolaan harta anak yatim, maka tentu lebih utama diterapkan dalam pengelolaan hak-hak khalayak umum oleh para pemimpin. Sebab, perhatian syariat pada kemaslahatan umum lebih kuat dibandingkan pada kemaslahatan individu.”

Dalam hal kehidupan beragama, pemerintah wajib memberikan jaminan agar masyarakat dapat melaksanakan ajaran agama secara maksimal dengan memberikan pengarahan dan fasilitas yang terbaik. Imam ‘Izzudin ibnu ‘Abdis Salam dalam kitab tata negaranya, al-Ahkamus Sulthaniyyah, menyatakan:

???????? ?????????? ???? ?????????? ??????????? ???????? ?????????: ?????????: ?????? ???????? ????? ????????? ????????????????? ????? ???????? ???????? ?????? ??????????? ?????? ?????? ?????????? ???? ????? ??? ???????? ??????? ???????? ???? ??????????? ????????? ???? ??????????? ?????????? ????? ?????????? ???? ?????????? ????????????? ????????? ???????? ?????????? ???? ??????? ???????????? ??????????? ???? ??????.

Artinya, “Kewajiban pemimpin berkaitan kepentingan umum ada 10: pertama, menjaga agama tetap pada dasarnya yang kokoh dan tetap mengikuti hukum-hukum yang telah menjadi konsensus ulama. Jika terdapat penyelewengan atau pengaburan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab (mubadi’/pelaku syubat), maka pemerintah wajib melawannya dengan argumentasi ilmiah, meluruskannya dan menindaknya dengan hukuman, agar agama terjaga dari kerusakan dan umat tercegah dari kesesatan.”

Jaminan terhadap aktivitas beragama mutlak dilakukan oleh pemerintah terlebih dalam kegiatan keagamaan yang melibatkan massa dalam jumlah besar seperti haji. Dalam Al-Ghiyatsi, Imam al-Haramain menyatakan:

??? ????? ??????? ???????? ???????? ??? ????????????? ????????? ???? ?????? ?????????? .???????? ?????????? ?????: ??? ?????????? ???????????? ?????? ???????? ??????? ???????? ??????????? ?????????????? ??????????? ??????????.??? ??? ??????????? ????????????? ???????????? ???????? ????????????? ?????? ????? ??????????? ???? ????????????.???????? ??? ??????????? ????????? ?????? ???????? ????? ????????? ??????????? ???? ???????? ??????? ??????? ???????? ????? ???????? ??????  ??????????? ???????? ??????????? ?????????? ; ????????? ??????????? ????? ??? ?????????? ????????? ??????? ???????????.

Artinya: “Ibadah yang di dalam pelaksanaanya terdapat unsur menyiarkan agama Islam, maka di situ diperlukan pengaturan dari pemerintah. Ibadah seperti itu terbagi menjadi dua. Pertama, ibadah yang melibatkan perkumpulan jumlah massa yang besar seperti shalat Jumat, hari raya, dan haji. Kedua, ibadah yang tidak melibatkan perkumpulan jumlah massa yang besar, seperti azan dan shalat jamaah selain Jumat. Untuk ibadah yang melibatkan massa dalam jumlah besar, tidak selayaknya imam abai terhadapnya. Sebab, adanya perkumpulan dalam jumlah besar tersebut rawan menimbulkan bahaya berupa desak-desakan di antara kelompok-kelompok yang terbentuk di dalamnya.”

Termasuk kewajiban tersebut adalah penjaminan terwujudnya pelaksanaan dam baik dengan adanya edukasi atau penyediaan fasilitasnya. Kewajiban ini telah disampaikan oleh Imam Al-Mawardi secara lugas:

 ????????????: ???? ???????? ?????? ?????????? ??? ??????? ???????????? ?????? ???? ?????????? ????????????? ???????????? ??????????????

Artinya, “Kewajiban ketiga bagi pemerintah bila salah seorang yang haji melakukan sesuatu yang mewajibkan fidyah, maka pemerintah boleh memaksanya agar menunaikannya dan memerintahkannya agar membayarkannya.”

Kewajiban mengawal tata kelola pelaksanaan dam tamattu’ jamaah haji Indonesia dapat dilakukan dengan membuat regulasi dan kebijakan yang dapat menjamin keabsahan dam yang ditunaikan.

Baca Juga: Doa Keluar Rumah dari Habib Umar bin Hafidz, Lengkap dengan Latin dan Artinya

  1. Larangan Mengganti Hewan Dam Tamattu’ dengan Uang

Hukum agama berdasarkan coraknya diklasifikasikan dalam dua bagian: (1) bersifat ta’abbudi (dogmatif) dan ta’aqquliy (rasional). Secara definitif, Syekh ‘Abdul Wahhab Khallaf menjelaskan:

????? ???????????? ?????????:????????? ???????????? ????? ???????? ?????????? ?????? ????????? ??????????? ????? ????????? ?????? ????????? ?????????? ????????? ???????????????? ?????? ?????????????? ?????????????? ?????? ???? ??????????? ??? ?????? ???????? ???????? ???? ???????? ?????????? ?????? ???????????? ????????????????? ???? ?????? ??????????????? ??????????….??????????? ???? ???????????? ????? ???????? ?????????? ???? ???????? ??????????? ????? ????????? ?????????? ???? ??????????? ??????? ?????????? ??????????????? ?????? ???????? ???????? ???????????? ?????????????? ?????????? ???????? ???? ??????? ???????? ???? ???????? ???? ???????? ????? ???????? ??????????? ?????????

Artinya:”Sesungguhnya hukum agama itu dibagi menjadi dua: (pertama,) hukum-hukum yang hanya diketahui oleh Allah alasan ditetapkannya dan tidak ada kemungkinan untuk mengetahui alasan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menguji para hambanya apakah mereka akan tetap taat dengan melakukan sesuatu yang mereka tidak ketahui alasan dibaliknya. Hukum ini dinamakan dengan hukum ‘ta’abbudi’ atau yang alasannya tidak diketahui. (Kedua) hukum-hukum yang alasan ditetapkannya tidak hanya diketahui oleh Allah akan tetapi Ia juga menyediakan peluang bagi akal manusia untuk mengetahuinya dengan nash atau dalil lain yang disediakan-Nya untuk sampai pada alasan tersebut. Hukum ini dinamai dengan hukum ‘ma’qul al-ma’na (rasional). Dalam corak hukum terakhir inilah dimungkinkan adanya proses analogi hukum (qiyas).”

Dari definisi ini dapat disimpulkan, bahwa hukum yang bersifat absolut, dogmatif, dan tidak mungkin untuk dianalogkan pada kasus lain. Sebab hukum tersebut bertujuan untuk menguji penghambaan seorang muslim. Berbeda halnya dengan hukum ta’aqquli (rasional) yang masih memungkinkan untuk dianalogkan pada kasus-kasus yang mempunyai ‘illat hukum yang seragam.

Penyembelihan hewan sebagai dam, termasuk dam tamattu’, bagian dari hukum yang bersifat dogmatis, sehingga tidak dapat digantikan dengan uang yang notabenenya secara esensi sama-sama berharga. Sayyid Murtadha Az-Zabidi menyatakan:

??????? ???????????? ???????? ?????? ??????????? ??? ?????????? ?????????????? ?????????? ????????? ??????????? ???????????? ??????????? ??????? ????????? ???????????? ????? ??????????? ????????? ?????????? ????????????? ??????? ????????????? ????????? ??????????? ????????????? ??????? ?????????????? ?????? ????????? ??????? ?????? ??? ???????? ?? ?????? ??????????? ??? ?????????????? ?????? ????? ??????? ???????????? ?????? ??????????

Artinya, “Ulama Hanafiyyah menyatakan kebolehan menyalurkan zakat, kafarah, zakat fitrah, ‘usr (bagian 1/10 dalam pemerintahan masa lalu), pajak, dan nadzar dalam bentuk uang. Sebab, perintah untuk menyalurkan semua hal tersebut kepada orang yang membutuhkan adalah sebagai bentuk kesanggupan untuk menanggung rezeki mereka selayaknya pengalokasian jizyah. Berbeda halnya dengan hadyu dan kurban yang mana ‘illat berupa pengaliran darah di dalamnya sifatnya adalah dogmatif. Sedangkan sisi pemenuhan kebutuhan pada orang lain di dalamnya bersifat rasional.”

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Scribo Ergo Sum - Sampaikanlah walau satu berita