Iman pada Akhirat Jadi Penolong di Usia Senja
BOYANESIA.REPUBLIKA.CO.ID -- Ulama dan cendikiawan asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi (1878-1960M) menceitakan dalam kitabnya yang berjudul Al-Lama’at bahwa dipangkal usia senjanya ia ingin beruzlah dan menyendiri. Jiwanya mencari-cari istirahat dalam kesendirian di atas bukit Yusya’ yang mengarah ke selat Bosporus.
Ketika pada suatu hari, dari atas bukit yang tinggi itu, Nursi mengarahkan pandangan ke cakrawala, ia menyaksikan salah satu tanda perpisahan yang memancarkan kesedihan dan kepiluan dengan peringatan usia senja.
Ia bawa pandangannya dari puncak pohon umurnya, yaitu dari ranting keempat puluh lima, untuk melanglang buana, hingga sampai ke tingkat kehidupannya yang paling bawah.
Baca Juga: Bukti Keberadaan Negeri Akhirat
Pada setiap ranting yang terdapat di dalamnya, Nursi saksikan jenazah para kekasihnnya dan teman-temannya, serta jenazah setiap orang yang mempunyai hubungan dengannya. Ia sangat terpukul dengan perpisahan tersebut dan Ia lantunkan rintihan Fudhuli al-Bagdadi saat berpisah dengan orang-orang yang dicintainya lewat ungkapan berikut:
Setiap kali ada kerinduan untuk berjumpa, Air mata mengucur teriring isak nafas. Dalam suasana sedih semacam itu, aku mencari pintu harapan dan jendela cahaya untuk menghibur diri. Pada saat itulah tiba-tiba sinar keimanan pada akhirat menolongku. Ia memberiku cahaya yang tak pernah padam dan harapan yang tak terpatahkan.
Benar, wahai saudara-saudariku yang sudah lanjut usia, selama akhirat ada dan kekal abadi, selama ia lebih indah dari dunia, selama Dzat yang menciptakan kita Mahabijak dan Maha Penyayang, maka tidak sepatutnya kita mengeluhkan dan merisaukan usia yang sudah tua renta ini.
Baca Juga: Benarkah Larangan Memulai Usaha di Bulan Maulid? Ini Kata Buya Yahya
Sebab, kerentaan yang dihiasi oleh iman dan ibadah serta bersambung dengan usia kesempurnaan hanyalah pertanda berakhirnya kewajiban dan tugas-tugas hidup sekaligus isyarat perpindahan ke alam rahmat untuk memperoleh kesenangan yang kekal abadi. Karena itu, kita harus betul-betul ridha menerimanya.
Sumber: Said Nursi, Al-Lama'at halaman 429-430