Pulau Bawean, Tempat Persinggahan Para Pelaut
BOYANESIA -- Pulau Bawean pernah menduduki tempat yang penting dalam jaringan lalu lintas pelayaran di Nusantara. Pulau yang teletak di tengah Laut Jawa ini dulunya menjadi tempat persinggahan para pelaut untuk mengisi bahan makanan dan air minum, serta sebagai tempat bernaung terhadap angin badai dan topan.
Tidaklah mengherankan apabila interaksi dengan dunia luar ini telah membawa dampak yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat Bawean. Beberapa pelaut yang singgah di Pulau Putri ini, sebagian memilih menetap di Pulau Bawean dan menikahi perempuan Bawean.
Karena itu, tak mengherankan jika suku Bawean terbentuk dari berbagai macam suku di Nusantara. Orang yang datang ke Bawean tidak hanya dari Madura, tapi juga dari Melayu, Jawa, Banjar, Bugis dan Makassar. Pencampuran antara suku ini telah terjadi selama ratusan tahun lamanya.
Melalui jaringan pelayaran ini pula agama dan kebudayaan Islam telah masuk ke Pulau Bawean. Dikutip dari buku Bawean dan Islam karya Jacop Vredenbergt, masuknya Islam ke Pulau ini dimulai dengan pendakwah yang datang secara insindental.
Kemudian, pada awal abad ke-16, datanglah seorang pendakwah bernama Said Maulana Umar Mas’ud, sehingga penerimaan agama dan kebudayaan Islam di Bawean semakin mapan. Dengan datangnya Syekh Maulana Umar Mas’ud, terciptalah masyarakat Bawean yang taat beragama.
Pulau Bawean terletak sekitar 80 mil ke arah utara Surabaya, dan masuk kabupaten Gresik. Pulau Bawean hanya terdiri atas dua kecamatan, yaitu kecamatan Sangkapura dan kecamatan Tambak. Seperti halnya suku-suku lain di Nusantara, orang Bawean memiliki budaya merantau, terutama ke Singapura dan Malaysia.
Juru Tulis: Muhyiddin Yamin