Habib Hasan Baharun, Ulama dan Jurkam Partai NU dari Bangil
BOYANESIA.REPUBLIKA.CO.ID -- Siapa bilang ulama tidak boleh berpolitik. Justru sebagai pewaris para nabi, seorang ulama seharusnya bisa menjalankan tugas apapun, termasuk dalam bidang politik. Ulama bahkan bisa terjun ke politik praktis dengan niat yang tulus menegakkan keadilan, serta mensejahterakan umat.
Salah seorang ulama besar yang pernah terjun ke dunia politik adalah Habib Hasan Baharun. Ia adalah seorang ulama besar dan pendiri Pondok Pesantren Dalwa Bangil, Pasuruan. Pesantren ini termasuk salah satu pondok pesantren ternama di Jawa Timur.
Sebagai keturunan Rasulullah dan seorang ulama, Habib Hasan Baharun pernah aktif di Partai Nahdlatul Ulama (NU). Bahkan, ia menjadi Jurus Kampanye (Jurkam) yang dikenal berani dan tegas menyampaikan kebenaran.
Baca Juga: Manchester United Kalah Terus, Youtuber IShowSpeed Beralih Jadi Fans Al Nassr
Dilansir dari situs resmi ppdalwa, Habib Hasan Baharun lahir di Sumenep, Madura pada 11 Juni 1934. Ia adalah putra pertama dari empat bersaudara dari Habib Ahmad bin Husein dengan Fathmah binti Ahmad Bachabazy. Adapun silsilah dzahabiyah (sanad emas) yang mulia dari beliau adalah Al Habib Hasan bin Ahmad bin Husein bin Thohir bin Umar bin Hasan Baharun.
Sejak kecil, ia sudah mendapatkan pendidikan agama dari orang tuanya langsung. Kedisiplinan dan kesederhanaan juga sudah tertanam dalam dirinya, sehingga ia tumbuh menjadi sosok pribadi yang mempunyai akhlak dan sifat yang terpuji.
Selain itu, ia juga mendapatkan pendidikan agama dari Madrasah Makarimul Akhlaq Sumenep dan dari kakeknya yang dikenal sebagai ulama besar dan disegani di Kabupaten Sumenep yaitu Ustadz Achmad bin Muhammad Bachabazy.
Baca Juga: Ulama NU di Banyuwangi Rangkul Bromocorah dalam Mambangun Pesantren
Setelah kakeknya meninggal dunia, ia menimba ilmu agama dari paman-pamannya sendiri yaitu Ustadz Usman bin Ahmad Bachabazy dan Ustadz Umar bin Ahmad Bachabazy.
Hasan Baharun memang sudah dikenal rajin dan ulet sejak kecil. Bahkan, di bulan Ramadhan biasanya ia akan belajar semalam suntuk, mulai sehabis tadarrus Alquran sampai menjelang subuh. Ia belajar dan mendalami ilmu-ilmu agama khususnya ilmu fikih serta menjadi murid kesayangan Al-Faqih Al-Habib Umar Ba’aqil Surabaya.
Selain mendalami ilmu agama, Hasan Baharun juga menuntut pendidikan ilmu umum mulai dari Sekolah Rakyat (SR/setingkat SD), Pendidikan Guru Agama (PGA), dan SMEA di Surabaya.
Baca Juga: 5 Surat Alquran yang Dianjurkan Dibaca Setelah Sholat Fardhu
Beranjak dewasa, Hasan Baharun mulai senang berorganisasi, baik di Remaja Masjid ataupun organisasi lainnya seperti Persatuan Pelajar Islam (PII). Bahkan, ia pernah diutus untuk mengikuti Muktamar I PII se-Indonesia yang diselenggarakan di Semarang.
Setelah menamatkan sekolah, ia pun sering mengikuti ayahnya untuk berdakwah sambil membawa barang dagangan. Pada saat menjajakan dagangannya, ia dikenal suka membantu menyelesaikan permasalahan dan konflik yang terjadi di masyarakat serta senantiasa berusaha mendamaikan orang dan tokoh-tokoh masyarakat yang bermusuhan.
Pada 1966, Habib Hasan Baharun merantau ke Pontianak berdakwah keluar masuk dari satu desa ke desa yang lainnya dan melewati hutan belantara yang penuh lumpur dan rawa-rawa. Namun, dengan penuh kesabaran dan ketabahan semua itu tidak dianggapnya sebagai rintangan.
Selain berdakwah, Habib Baharun juga aktif di partai politik yaitu Partai NU dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas di dalam menyampaikan kebenaran, sehingga pada saat itu sempat diperiksa dan ditahan.
Baca Juga: Sowan ke Kiai Kholil As'ad, Pengusaha Muslim Bahas Sholawat dan Sepakbola
Saat itu, masyarakat sudah siap melakukan demonstrasi besar-besaran apabila Habib Hasan Baharun tidak segera dibebaskan. Namun, atas bantuan pamannya sendiri yang saat itu aktif di Golkar, akhirnya Habib Baharun pun dibebaskan dari tahanan.
Tak lama setelah kejadian tersebut, sekitar 1970-an, Habib Hasan Baharun pulang ke Madura dan disuruh untuk berdakwah di Madura atau di Pulau Jawa. Namun, karena kegigihannya, selama dua tahun ia masih tetap aktif datang ke Pontianak untuk berdakwah walaupun telah menetap di Jawa Timur.
Setelah beberapa tahun berdakwah dan mengajar di banyak pesantren, barulah Habib Hasan Baharun mendirikan pesantren sendiri yang diberi nama Pondok Pesantren Darullughah Wadda'wah (DALWA) di Bangil, Pasuruan. Ia wafat pada 8 Shafar 1420 H atau 23 Mei 1999.