Ngaji Filsafat

Mengapa tak Setuju dengan Istilah Filsafat Islam? Ini Jawabannya

Filsafat Islam (Ilustrasi)

BOYANESIA -- Sebagian orang mungkin tidak setuju dengan adanya istilah Filsafat Islam. Karena, bagi mereka, Islam itu adalah agama yang hanya menuntut komitmen, kepatuhan mutlak, kepasparahan. Sedangkan filsafat itu kebebasan, pemikiran kritis, dan sejenis itu.

Mereka yang menolak keras istilah itu karena menganggap filsafat itu merusak Islam dengan karakter kebebasan berpikirnya. Lalu, ada juga yang bilang, justru Islam yang merusak filsafat dengan tuntutan untuk kepatuhan dan asumsi-asumsi keberagamaannya.

Baca Juga: Mengapa Orang Mengkafirkan Filsafat?

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Nah, bagaimana menjawab orang yang tidak setuju dengan istilah Filsafat Islam itu? Apakah agama dan filsafat bisa bertemu? Apakah di agama ada filsafat?

Jawabannya dapat ditemukan dalam kegiatan Ngaji Filsafat episode 37 yang diampu oleh Dosen Filsafat Islam dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fahruddin Faiz. Kegiatan ini digelar secara rutin di Masjid Jenderal Sudirman Yogyakarta sejak 2013 lalu.

Untuk menjawab menjawab pertanyaan tersebut, Fahruddin Faiz atau yang akrab dipanggil Pak Faiz menjelaskan bahwa justru kalau tidak ada filsafat, agama itu tidak ada. Karena, menurut dia, pada hakikatnya filsafat itu adalah berpikir secara radikal.

“Yang jelas bahwa setiap yang namanya manusia itu pasti mikir. Itu aja cara paling gampang untuk jawab, apakah ada filsafat dalam agama? Justru kalau enggak ada filsafat, agama ndak ada. Karena hakikatnya filsafat adalah berpikir secara radikal secara mendalam, secara kritis,” jelas Pak Faiz.

Kalau orang tidak bisa berpikir, maka dia tidak akan bisa beragama. Karena, meskipun agama itu mengajarkan kepatuhan, tapi tetap menggunakan pikiran. Karena itu, di Islam pun sangat benci dengan yang namanya taklid, yaitu mengikut tanpa alasan atau meniru dan menurut tanpa dalil.

Taklid buta bahkan diharamkan dalam syariat, yaitu memahami suatu hal dengan cara mutlak dan membabi buta tanpa memperhatikan ajaran Alquran dan hadis. “Nah ketika orang dilarang taklid itu berarti kamu disuruh mikir,” kata Pak Faiz.

Jadi, sebenarnya agama dan akal itu sama-sama menawarkan kebenaran. Lalu apakah keduanya bisa berdialog atau bertemu?

“Kalau itu memang kebenaran, katanya para filosof muslim nanti, itu ya mesti ketemu. Kamu nggak usah khawatir,” ucap Pak Faiz.

“Jadi, ada sirkuler, kalau kita memang seorang muslim yang sejati, pasti otomatis kita juga seorang filosof. Kenapa? untuk jadi Islam yang bener itu kita butuh mendayagunakan akal secara intensif,” imbuhnya.

Karena itu, di dalam Islam juga ada sebuah kisah tentang setan atau iblis yang lebih takut kepada orang tidur yang berilmu daripada orang yang ahli ibadah. Menurut Pak Faiz, kisah itu menunjukkan bahwa agama Islam sangat menghargai intelektualitas.

“Itu menunjukkan bahwa sebenarnya Islam dan agama itu sangat menghargai intelektualitas, sangat menghargai akal, sangat menghargai rasio,” jelas Pak Faiz.

Di antara ciri orang yang layak diangkat sebagai nabi dalam sejarah Islam itu sendiri juga harus memiliki sifat Fathonah (cerdas). Maka, mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof Musa Asy’ari pun juga pernah mendeklarasikan bahwa sebenarnya Nabi Muhammad itu adalah seorang filsuf. Sebelum jadi Nabi, menurut Prof Musa, Rasulullah adalah seorang filsuf atau pemikir.

Berdasarkan penjelasannya di atas, Pak Faiz pun pernah mengusulkan agar teknik berpikir yang filosofis juga diajarkan kepada siswa-siswa SMA atau bahkan SMP, tidak hanya dibangku kuliah saja. Karena, dalam sistem pendidikan di Indonesia selama ini, siswa hanya dibiasakan dengan menghafalkan teori, dan hafalannya itu pun hanya diulang-ulang sejak SD sampai SMA.

Jadi kesimpulannya, sobat Boyanesia tidak perlu khawatir jika agama dan filsafat dipertemukan. Karena, keduanya tidak akan saling merusak, tapi justru bisa saling menguatkan. Jika pun ada yang tidak karuan gara-gara mempertemukan agama dan filsafat, sebut saja itu kasus.

Yang namanya kasus itu ya kejadian khusus, yakni kejadian khas yang lebih banyak yang tidak seperti itu dibandingkan yang seperti itu.

Sekian dulu ya sobat, semoga tidak ada yang gagal paham. Wallahualam bish shawab, Hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.

Baca juga:

Para Filsuf dan Binatang Pun Berpuasa

Ngaji Syaban: Kisah Amalan Puasa 8 Nabi Terdahulu

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Scribo Ergo Sum - Sampaikanlah walau satu berita