Agama

Surat al-Ikhlas Hilang dari Alquran Kuno di Bali

Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo, KHR Ahmad Azaim Ibrahimy berceramah di Pulau Bawean, Gresik.

BOYANESIA -- Hilangnya surat al-Ikhlas di dalam Alquran kuno yang ditemukan di Bali menarik perhatian Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, KHR Ahmad Azaim Ibrahimy. Cucu pahlawan nasional KHR As’ad Syamsul Arifin ini pun menjelaskan alasan tidak adanya surat al-Ikhlas dalam Alquran tersebut.

Kiai Azaim menjawab keganjilan pada Alquran kuno tersebut pada Februari lalu saat berkunjung ke Masjid Jami Agung Singaraja Buleleng, Bali. Dalam kenjungannya ini, salah satu takmir masjid kemudian menunjukkan kepada Kiai Azaim mushaf Alquran yang ditulis dengan tangan sekitar 1820 Masehi tersebut.

Alquran kuno yang menjadi cagar budaya ini memiliki keunikan, bukan hanya tulisan tangan dengan huruf Arab, tapi juga dipadukan dengan ukiran khas Bali Patra Timun. Sedangkan sampulnya dari bahan kulit lembu, dan tintanya diambil dari pepohonan yang banyak tumbuh di sekitar masjid Keramat Kajanan saat itu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Mushaf kuno ini diyakini ditulis oleh I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi, keturunan I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti, pendiri kerajaan Buleleng. Namun, terdapat keganjalan di dalam Alquran tersebut.

“Yang masih mengganjal kami Pak Yai, di Alquran kuno ini semua surat ditulis kecuali satu surat yang tidak ada, surat al-Ikhlas,” ujar Sekretaris Takmir Masjid Jami Agung Singaraja, Muhamad Reza Yunus dikutip dari laman Nuonline, Kamis (2/3/2023).

Menurut Reza, beberapa peneliti sebelumnya berasumsi bahwa tidak adanya surat al-Ikhlas di dalam Alquran kuno tersebut lantaran untuk menjaga perasaan umat agama lain. Karena, di dalam surat tersebut menjelaskan tentang ketauhidan.

Namun, setelah memperhatikan dengan teliti setiap tulisan di halaman akhir, Kiai Azaim menemukan tulisan pembatas antara surat satu dengan yang lainnya, yang ditulis dengan warna merah, atau tepatnya setelah surat al-Lahab. Dengan petunjuk itu, Kiai Azaim pun menduga bahwa sebenarnya penulisnya ingin menulis surat al-Ikhlas.

“Dugaan sementara, beliaunya (penulis Mushaf) akan menuliskan surat al-Ikhlas, karena sudah dicantum di sini, bahkan disebutkan arbaah ayat Makkiyah, tapi penulisnya langsung menulis ayat al-Falaq,” jelas Kiai Azaim.

Kiai Azaim menjelaskan, penulisnya bukan sengaja untuk menghilangkan surat al-Ikhlas, tapi karena terjadi kesalahan atau kelupaan sehingga langsung menulis ke surat berikutnya. Sebab, jika memang sengaja, tidak mungkin ada penjelasan kalimat pembatas antar surat, di mana di sana jelas menyebut Surat al-Ikhlas berjumlah empat ayat, namun isinya al-Falaq yang berjumlah lima ayat.

Akhirnya, pengurus takmir pun merasa bahwa penjelasan Kiai Azaim tersebut lebih bisa diterima dari pada asumsi para peneliti sebelumnya. Para peneliti selama ini tidak pernah memperhatikan tulisan pembatas antar surat berwarna merah itu. Para takmir pun bersyukur penjelasan Kiai Azaim tersebut bisa menjawab keganjilan yang ada selama ini.

Siapa I Gusti Ngurah Ketut Jelantik?

Baca di halaman berikutnya.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Scribo Ergo Sum - Sampaikanlah walau satu berita