Kekayaan dan Keindahan Bahari Pulau Bawean
![](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/lkquarh2x4.jpg)
BOYANESIA -- Perairan Pulau Bawean merupakan Kawasan Konservasi, Perairan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) yang telah ditetapkan pada Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2018. Kawasan konservasi ini memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar.
Sumberdaya alam tersebut mencakup sumberdaya laut dan daratan. Sumber daya alam laut berupa kekayaan bahari seperti terumbu karang, lamun, mangrove, pantai, dan perikanan sedangkan sumberdaya alam daratan berupa pertanian, perkebunan, dan peternakan. Semua sumberdaya tersebut masih ‘tertidur’ karena potensinya belum dikelola secara maksimal.
Menurut penelitian Ramli, Muntasib, and Kartono pada 2012, daya tarik terhadap kekeyaan bahari di Pulau Bawean masih sangat rendah dengan persentase 2-4 persen. Berbeda dengan daya tarik masyarakat terhadap kakayaan alam lainnya seperti danau, air terjun, dan penangkaran rusa yang persentasenya berkisar 10-30 persen. Danau Kastoba menjadi destinasi paling menarik di Pulau Bawean dengan persentase daya tarik mencapai 28,63 persen.
Kekayaan bahari Pulau Bawean belum terekspos secara maksimal. Masih minimnya penelitian yang dilakukakan oleh perguruan tinggi untuk meneliti kekayaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya laut. Hutan mangrove, terumbu karang, dan wisata bahari masih sangat minim dieksplor oleh perguruan tinggi di Indonesia.
Hal ini menjadikan potensi sumber daya alam di Bawean masih tertidur. Selain perguruan tinggi, pemerintah daerah juga masih belum menyadari bahwa kekakayan bahari di Pulau Bawean memiliki potensi yang sangat besar.
Karena itu, inilah beberapa kekayaan bahari Pulau Bawean yang perlu diektahui:
Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan kekayaan bahari yang dimiliki oleh Pulau Bawean. Terumbu karang tersebut memiliki potensi yang cukup bagus untuk dikelola dengan baik. Potensi terumbu karang tersebut dapat menjadi destinasi wisata baik itu masyarakat lokal maupun pengunjung dari luar Pulau Bawean.
Adapun beberapa lokasi terumbu karang yang sangat direkomendasikan yaitu, Pulau Cina, Pulau Noko, Pulau Gili, dan beberapa hamparan terumbu karang di sekeliling Pulau Bawean. Dalam penelitiannya pada 2017, Sukandar mengungkapkan, potensi terumbu karang di beberapa pulau tersebut bisa menjadi spot diving dan snorkling karena memiliki nilai kesesuaian dari 82-84 persen.
Luas terumbu karang di Pulau Bawean mencapai 5589.52 Ha di sepanjang hamparan pesisir Pulau Bawean. Luas terumbu karang yang dapat menjadi spot snorkling 31.83 Ha sedangkan luas yang dapat menjadi spot diving 85,4 Ha.
Menurut Sukandar, kedua wisata bahari tersebut merupakan primadona baik bagi pengunjung dari luar Pulau Bawean maupun pengunjung internasional. Luas terumbu karang ini merupakan potensi yang sangat besar dan bisa memberi dampak yang baik terhadap lingkungan, baik itu lingkungan pesisir maupun lingkungan laut.
Potensi diving dan snorkling itu tidak lepas dari perairan laut Pulau Bawean yang memiliki tingkat kecerahan yang baik serta kedalaman yang masih bisa mendapat cahaya sinar matahari. Seperti yang kita ketahui, kedalaman di sekitar perairan Pulau Bawean sendiri berkisar 40-70 meter.
Dalam penelitian Wardhani and Hidayah pada 2012 dijelaskan lebih rinci bahwa terumbu karang di bagian timur Pulau Bawean memiliki tutupan mencapai 60 persen yang dapat dikategorikan baik. Hal ini dapat menjadi rujukan bahwa potensi kekayaan bahari khususnya terumbu karang di Pulau Bawean sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan masyarakat pesisir di pulau berjuluk pulau putri ini.
Pulau Bawean juga memiliki keanekaragamn jenis karang. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa di sisi timur Pulau Bawean, tepatnya di Pulau Gili dan Pulau Noko terdapat sekitar 46 jenis karang keras dengan total koloni karang yang dtemukan mencapai 202 koloni.
Berdasarkan diameter koloninya yang berkisar antara 13-200 sentimeter dapat disimpulkan bahwa umur dari terumbu karang tersebut masih sangat produktif, sehingga bisa saja di masa mendatang akan lebih beranekaragam lagi. Hal ini diungkapkan Luthfi dan Anugrah dalam penlitiannya pada 2017. Hasil penelitian seperti ini harus menjadi rujukan oleh pemerintah daerah, sehingga dapat membuat suatu program yang dapat menyelamatkan terumbu karang dari kerusakan.
Selain di Pulau Noko dan Pulau Gili, di daerah pesisir Pulau Bawean juga memiliki terumbu karang tidak kalah menarik. Contohnya di Desa Daun yang berada di Kecamatan Sangkapura, selain terkenal dengan mangrovenya, juga memiliki kekayaan terumbu karang.
Menurut penelitian Atika pada 2019, terumbu karang di perairan Desa Daun memiliki indeks keanekaragaman berkisar 2,5-2,7 dengan jumlah jenis berkisar antara 16-23 Genus Karang. Genus yang paling banyak ditemukan adalah genus Accropora sebanyak 21 spesies.
Perlu diketahui bersama bahwa terumbu karang memiliki fungsi ekologi yang penting. Kehadiran terumbu karang menjadi rumah bagi ikan dan juga dapat menjadi tempat mencari makan, dan daerah asuhan atau pembesaran biota-biota laut.
Selain itu, fungsi ekologi yang lain juga masih banyak. Dalam penelitian Richardson, Graham, and Hoey pada 2020 diungkapkan bahwa terumbu karang menjadi tempat terjadinya grazing oleh organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang. Proses grazing ini menjadi pengontrol sehingga tidak terjadi blooming makroalga yang dapat mengancam keberadaan terumbu karang.
Hutan Bakau/Mangrove
Mangrove juga termasuk salah satu kekayaan bahari yang dimiliki Pulau Bawean. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wardhani and Hidayah pada 2012, luas mangrove di Pulau Bawean mencapai 1.488 Ha dengan tingkat kerapatan jarang sampai dengan sedang.
Genus mangrove yang mendominasi di Pulau Bawean terdiri dari Sonneratia, Nypah, Rhizophora, dan Avicennia. Genus mangrove tersebut merupakan jenis mangrove yang memiliki pohon yang tinggi sehingga berpotensi dijadikan lokasi rekreasi seperti contohnya tracking mangrove. Beberapa lokasi mangrove di Pulau Bawean sudah dikelola dengan baik, seperti Mangrove Pasir Putih dan Mangrove Hijau Daun.
Mangrove Pasir Putih sendiri terletak di Desa Sukaoneng, Kecamatan Tambak. Pengelola di kawasan tersebut merupakan penduduk lokal. Seperti namanya, mangrove di lokasi tersebut hidup di atas substrat berpasir. Luas kawasan mangrove tersebut sekitar 59,37 Ha. Luasan tersebut berasal dari hasil citra satelit terbaru yang dideliniasi menjadi suatu polygon.
Jika melihat potensinya, perpaduan wisata tracking mangrove, wisata pantai pasir putihnya, dan sunset dapat menjadi primadona di Pulau Bawean. Hal ini akan dapat meningkatkan prekonomian masyarakat sekitar karena akses menuju lokasi tersebut melewati perumahan warga.
Selain itu, kendaraan berupa roda empat tidak bisa masuk lokasi wisata, hanya kendaraan roda dua yang bisa melewati lokasi tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk membuat penyewaan sepeda motor.
Sepanjang perjalanan masuk, pengunjung akan disuguhi pemandangan hamparan sawah, pebukitan, tambak udang, dan beberapa peternakan sapi. Itulah estetika yang dapat dirasakan pengunjung selama perjalanan masuk ke lokasi wisata.
Sedangkan Mangrove Hijau Daun berada di Desa Daun, Kecamatan Sangkapura. Lokasi tersebut berada di sebelah tenggara Pulau Bawean. Mangrove Hijau Daun memiliki luas sekitar 34,5 Ha. Mangrove Hijau Daun sudah menjadi destinasi wisata yang dikelola oleh Pokmaswas. Menurut penelitian Madjiyero pada 2020, Pokmaswas itu menggandeng seluruh stakeholder dalam memaksimalkan pengelolaan potensi yang ada di Mangrove Hijau Daun.
Di kawasan wisata tersebut sudah banyak terlihat fasilitas-fasilitas penunjang seperti outbond, toilet, mushalla, gazebo, dan lain-lain. Selain untuk wisata, Mangrove Hijau Daun juga sudah menjadi tempat edukasi lingkungan yang berfokus pada eksosistem pesisir.
Banyak terdapat plang yang memberi informasi terkait pentingnya tumbuhan mangrove serta deskripsi jenis dan manfaatnya. Selain itu, menurut Madjiyero, Pokmaswas juga biasa mengadakan transplantasi terumbu karang yang melibatkan beberapa stakeholder demi menjaga kelestarian sumberdaya.
Pemerintah daerah harus megambil peran penting dalam mendukung kawasan ekowisata tersebut. Beberapa penelitian sudah dilakukan dan merekomendasikan adanya program yang dapat menjaga kelestarian eksosistem mangrove yang ada di kawasan ekowisata.
Menurut Madjiyero, yang menjadi prioritas pertama dalam mendukung kawasan ekowisata tersebut yaitu tentang lingkungan. Pada umumnya, di Pulau Bawean pemerintah daerah memang masih harus lebih intensif dalam mengelola lingkungan khususnya pengelolaan sampah. Hal ini menjadi masalah utama yang harus diselesaikan oleh pemerintah sehingga keberlanjutan sumberdaya alam terus terjaga.
Berdasarkan penelitian Ramli, tujuan pengunjung yang datang ke Pulau Bawean yaitu menikmati keindahan alam dengan jumlah persentase 46,34 persen, disusul dengan tujuan piknik 17,07 persen, kemudian mengisi waktu luang 14,63 persen, setelah itu tujuan pendidikan/penelitian 12,20 persen, dan yang terakhir menikmati kebudayaan 10,98 persen.
Hal ini mengindikasikan bahwa tujuan utama pengunjung adalah menikmati keindahan alam. Ini bisa menjadi acuan pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan di bidang infrastruktur, sehingga dapat mendukung keindahan alam yang ada di Pulau Bawean.
Keindahan Alam Bahari Pulau Bawean
Pulau Cina
Pulau Cina merupakan salah satu pulau yang masuk di gugusan Pulau Bawean. Pulau Cina berada di Dusun Dedawang, Desa Teluk Jati, dan menjadi salah satu primadona bagi masyarakat lokal dan pendatang jika berlibur di Pulau Bawean. Jika ingin melakukan snorkeling, pengunjung dapat menyewa kapal nelayan yang bersandar di Dusun Dedawang. Jarak tempuh hanya sekitar 5-10 menit dari dermaga Dedawang.
Terumbu karang di Pulau Cina bisa dikatakan bagus dan sesuai dijadikan spot diving dan snorkling. Luas hamparan terumbu karang di Pulau Cina mencapai 15,34 Ha. Terumbu karangnya juga hanya berada di kedalaman sekitar 1-10 meter, sehingga sangat potensi jika dijadikan spot snorkling (Sukandar, 2017). Selain daripada itu, keindahan terumbu karang dengan keanekaragamannya dapat memanjakan mata pengunjung.
Ekosistem mangrove dan pantai juga tidak kalah menariknya. Di sebelah timur Pulau Cina terdapat tumbuhan mangrove yang hidup di substrat pasir berbatu. Perpaduan tumbuhan mangrove dan pasir menjadikan lokasi tersebut sangat indah dan eksotis. Morfologi pantai yang landai membuat lokasi tersebut dapat menjadi rekreasi pantai oleh pengunjung dan masyarakat lokal.
Pulau Noko
Pulau Noko merupakan pulau yang berada di sebelah timur Pulau Bawean dan merupakan pulau tak berpenghuni. Pulau Noko terbentuk dikarenakan adanya transport sedimen kemudian terjadi pengendapan sehingga terbentuk lidah pasir dan setelah itu ditumbuhi vegetasi sehingga menjadi sebuah pulau kecil. Pulau ini masih sangat dipengaruhi oleh dinamika arus dan gelombang sehingga beberapa kali terjadi perubahan bentuk.
Akses menuju Pulau Noko melalui dermaga jembatan apung yang berada di Desa Sidogedungbatu. Jarak yang ditempuh selama penyeberangan sekitar 40 menit menggunakan kapal nelayan yang bersandar di dermaga jembatan apung. Harga sewa kapal sekitar Rp 10 ribu. Sebelum sampai di Pulau Noko, pengunjung harus transit dulu di Pulau Gili.
Pulau Noko memiliki pantai yang eksotis. Berdasarkan penlitian Noor and Romadhon pada 2020, wisata pantai di Pulau Noko memiliki kesesuaian mencapai kisaran 94-100 persen. Pasir putih dan pantai yang landai dapat memanjakan pengunjung. Berenang, swafoto, atau bahkan hanya menikmati keindahan menjadi aktivitas pengunjung ketika berada di pulau tersebut.
Pengunjung juga dapat menikmati lidah pasir yang menyambungkan Pulau Noko dan Pulau Gili ketika air laut surut pada pada level terendah. Karena berada di bagian timur Pulau Bawean, sunrise juga menjadi daya tarik di pulau tersebut. Selain keindahan pantai, Pulau Noko juga memiliki keindahan bawah laut.
Beberapa sudah dijelaskan sebelumnya bahwa keindahan terumbu karang juga menjadi daya tarik pengunjung. Di sebelah barat daya Pulau Noko, hamparan terumbu karang sangat sesuai dijadikan lokasi snorkling dengan nilai persentase kesesuaian mencapai 77,63 persen. Hamparan terumbu karang di perairan Pulau Noko sekitar 25,09 Ha.
Dari keindahan yang disajikan, perencanaan merupakan hal yang penting dilakukan agar dapat menjaga kelestariannya. Menurut Noor and Romadhon, Pulau Noko memiliki estimasi daya dukung kawasan dalam kondisi surut sebanyak 156 orang perhari dan pada kondisi pasang sebanyak 148 orang per hari.
Hasil estimasi daya dukung ini sangat penting dalam mengelola kawasan wisata karena dapat menjadi acuan jumlah pengunjung per hari, sehingga tidak mengancam ekosistem atau sumber daya alam di Pulau Noko.
Tanjung Gaang
Tanjung Gaang merupakan tempat wisata yang berbasis terhadap keindahan alam pantai yang berada di sisi barat daya Pulau Bawean. Tanjung Gaang masuk dalam wilayah pemerintahan Desa Kumalasa, Kecamatan Sangkapura. Lokasinya berupa tanjung berbatu yang dilengkapi dengan keindahan pantai pasir putih.
Menurut Trimanto, Danarto, and Nurfadilah dalam penelitian pada 2016 lalu, Tanjung Gaang masuk dalam ekowisata bahari yang dapat mengembangkan pariwisata Pulau Bawean. Wisata alam yang menarik seperti jalur tracking motor trail menuju spot lokasi menjadi tantangan para pengunjung. Selain tracking motor trail, akses spot lokasi juga harus menggunakan kapal dengan cara menyisiri pantai dengan keindahannya.
Jarak tempuh ke lokasi Tanjung Gaang sekitar empat kilometer. Akses yang digunakan yaitu akses yang dilalui oleh masyarakat sehari-hari. Akses tersebut berupa jalan beton yang memiliki lebar sekitar dua meter. Sepanjang perjalanan, pengunjung akan disuguhi oleh pemandangan seperti sawah dan perumahan penduduk yang masih kental akan budaya asli Bawean.
Berdasarkan dari penjelasan di atas, Pulau Bawean memiliki potensi yang besar. Strategi pengelolaan yang berkelanjutan dibutuhkan untuk mengelola potensi yang ada. Keterlibatan semua pihak terkait, seperti pemerintah lembaga masyarakat yang berbasis lingkungan sangat mempengaruhi baik buruknya suatu pengelolaan. Selain itu, tingkat kerentanan daerah pesisir Bawean juga harus menjadi acuan pemerintah daerah dalam mengembangkan pariwisata.
Penulis:
Kabid Pengembangan Sumber Daya Laut Perkumpulan Peduli Konservasi Bawean, Abd Saddam Mujib.
![Image](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/profile/thumbs/f63b5ef1d5d4410ee5e0ebd43c1aa52c.jpg)