Budaya

Perbedaan Bahasa Bawean dan Madura

Belajar bahasa Bawean
Belajar bahasa Bawean

Perbedaan Bahasa Bawean dan Madura

BOYANESIA – Suku Bawean terbentuk karena terjadi percampuran antara orang Madura, Melayu, Jawa, Banjar, Bugis dan Makassar selama ratusan tahun di pulau Bawean, Gresik. Dengan akulturasi budaya seperti itu, beberapa bahasa Bawean pun memiliki kemiripan dengan bahasa berbagai suku tersebut.

Meskipun Bawean memiliki bahasa sendiri, tapi bahasa Bawean paling mirip dengan bahasa Madura, khususnya Sumenep. Karena itu, ketika berkenalan dengan seseorang di jalan, orang Bawean terkadang dikira orang Madura. Padahal, bukan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Bahasa Bawean memang mirip dengan bahasa Madura, tapi terdapat perbedaan dalam penyebutan beberapa hal, seperti yang dikutip dari buku berjudul “Pesantren Hasan Jufri: Dari Masa ke Masa” yang ditulis Dr Ali Asyhar berikut ini:

Selain itu, terdapat kemiripan juga antara bahasa Bawean dengan bahasa Indonesia, seperti kata kanan, dapur, banyak, masuk, dan suruh. Ada pula perbedaan ketika diberi kata imbuhan di depannya, seperti ngakan (makan), ngenom (minum), dan ngarangkak (merangkak).

Dalam kekhasan bahasa Bawean, huruf ‘Y’ biasanya juga diganti dengan huruf ‘J’ , seperti bejer (bayar), lajer (layar), are raje (Hari Raya). Kemudian, huruf ‘W’ diganti dengan huruf ‘B’, seperti bhebeng (bawang), jhebe (Jawa), dan sabe (Sawah).

Kemudian, ada beberapa bahasa Bawean yang serupa dengan bahasa Indonesia, tetapi memiliki arti yang berbeda, seperti beras dalam bahasa Bawean berarti sehat. Sementara, dalam bahasa Indonesia, ‘beras’ berarti padi yang sudah digiling. Kemudian, kata kabin dalam bahasa bawean berarti kawin. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, ‘kabin’ adalah sebuah ruang tertutup yang umumnya berada di kapal atau pesawat.

Selanjutnya, kata pandir dalam bahasa Bawean berarti bicara. Sedangkan dalam bahasa Indonesia ‘pandir’ berarti bodoh. Semak dalam bahasa Bawean berarti dekat. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, ‘semak’ berarti belukar.

Jadi, begitulah beberapa bahasa Bawean yang harus terus dilestarikan meskipun sudah merantau ke negeri orang. Seperti di Singapura misalnya, untuk melestarikan bahasa Bawean, Persatuan Bawean Singapura (PBS) mengadakan kelas bahasa Bawean bimbingan Encik Salleh Ahmad, mantan penyiar TV dan radio. Kelas ini diadakan sebanyak 9 sesi yang dimulai dari tanggal 19 maret 2014 dan berakhir pada 13 Juni 2014.

Juru tulis: Muhyiddin Yamin

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Scribo Ergo Sum - Sampaikanlah walau satu berita