Pahlawan Nasional Asal Bawean yang Dihukum Gantung
BOYANESIA -- Nama lengkapnya adalah Kopral Anumerta KKO Harun alias Thohir bin Mandar. Namun, ia lebih terkenal dengan nama Harun Thohir. Ia merupakan salah satu pahlawan nasional yang berasal dari Pulau Bawean dan wafat setelah dihukum gantung di Singapura.
Harun Thohir lahir di Gresik pada 4 April 1943, tepatnya di desa Ponggo, Kecamatan Tambak, Pulau Bawean. Harun kecil hidup di lingkungan keluarga yang sederhana. Ia adalah putra dari pasangan Mandar dan Aswiyani dan memiliki dua saudara.
Masa kecilnya ia habiskan di Pulau Bawean. Menginjak remaja, Harun kemudian menjadi anak buah kapal dagang Singapura. Ia pun banyak menghabiskan waktu di pelabuhan. Hingga akhirnya ia sangat hafal daratan serta jalur pelayaran Singapura.
Dengan pengalaman ini, menginjak dewasa Harun kemudian masuk tentara angkatan laut Indonesia. Di angkatan laut Indonesia, ia pun tumbuh menjadi seorang prajurit pemberani serta sigap dalam menghadapi pertempuran. Karena itu, Harun diberi kepercayaan untuk menjalankan sebuah misi penting ke Singapura.
Menyelendup ke Singapura
Untuk menjalankan misi di Singapura, Harun ditugaskan bersama Sersan Anumerta KKO Usman alias Janatin bin Haji Muhammad Ali. Harun Thohir termasuk tentara yang teguh dalam beragama. Mereka berdua adalah pemeluk agama Islam yang saleh.
Kedua patriot Indonesia dari Korps Marinir ini merupakan pejuang dan pahlawan bangsa yang pamrih menyabung nyawa dalam tugas pengabdiannya demi kepentingan bangsa dan negara. Keduanya dipertemukan dalam Operasi Dwikora atau Dwi Komando Rakyat.
Operasi Dwikora adalah komando Presiden Soekarno yang dilakukan sebagai respons atas rencana pembentukan Federasi Malaysia. Soekarno mengeluarkan operasi ini dengan tujuan menggagalkan rencana berdirinya Federasi Malaysia.
Pada 1963-1965, hubungan diplomatik Indonesia dan Malaysia memang sempat terputus. Dalam masa ini, beberapa tentara kemudian dikirim ke negara bagian musuh untuk melakukan penyusupan, penyamaran, hingga aksi sabotase. Di antaranya adalah Harun Thohir, Usman, dan Gani.
Berkat latihan-latihan dan ketabahan, para pejuang itu akhirnya dapat melakukan tugasnya dengan baik. Pada 8 Maret 1965, saat waktu tengah malam buta dan air laut tenang, ketiga sukarelawan ini mendayung perahu dan berhasil memasuki wilayah Singapura.
Saat itu, Singapura bergabung dengan Malaysia dengan membentuk persekutuan Malaysia. Harun Thohir kemudian berhasil meledakkan Mac Donald House di Orchid Road yang berada di pusat Kota Singapura pada 10 Maret 1965. Pengeboman ini menggegerkan masyarakat dan pemerintah Singapura.
Setelah membuat kekacauan, ketiga sukarelawan ini melarikan diri dengan jalan masing-masing. Tapi, Usman yang bertindak sebagai pimpinan meminta kepada Harun supaya mereka bersama-sama mencari jalan keluar ke pangkalan. Sayang, keduanya gagal sampai ke pangkalan dan tertangkap. Sementara, Gani berhasil meloloskan diri.
Pada 4 Oktober 1965, Usman dan Harun kemudian di hadapkan ke depan sidang Pengadilan Mahkamah Tinggi (High Court) Singapura dengan J. Chua sebagai Hakim. Mereka berdua selanjutnya ditahan di penjara Changi selama kurang lebih tiga tahun, sebelum kemudian dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung.
Setelah mendapatkan penghormatan terakhir dari masyrakat Indonesia di KBRI Singapura, jenazah Harun Thohir dan Usman kemudian diberangkatkan ke lapangan terbang, di mana telah menunggu pesawat TNI-AU yang akan membawa mereka berdua ke Tanah Air. Kedua pahlawan itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
Masyarakat Bawean sendiri sangat bangga memiliki sosok seorang pahlawan seperti Harun Thohir. Karena itu, nama Harun Thohir pun disematkan menjadi bandar udara di Pulau Bawean, yaitu Bandara Harun Thohir. Bandara yang teletak di Kecamatan Tambak ini diresmikan oleh Menteri Perhubungan RI, Ignasius Jonan pada 30 Januari 2016.
Juru Tulis: Muhyiddin Yamin