News

Kiai Cholil Sampaikan Materi Radikalisme dan Teorisme di India

Ketua MUI Pusat, KH Cholil Nafis menjadi pembicara seminar yang digelar di India Islamic Culture Center, New Delhi pada Selasa (29/11/2022). Foto: Istimewa

NEW DELHI -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis menjadi pembicara dalam seminar yang digelar di India Islamic Culture Center, New Delhi pada Selasa (29/11/2022). Alumnus Pondok Pesantren Sidogiri ini menyampaikan materi tentang kontra radikalisme dan terorisme di Indonesia.

Kiai Cholil menjelaskan, hubungan antara agama dan negara ibarat dua sisi mata uang, di mana agama adalah sumber nilai dan inspirasi, dan negara berfungsi sebagai instrumen untuk mewujudkan nilai-nilai peradaban manusia.

Menurut dia, agama dan kepercayaan yang berkembang di Indonesia sangat beragam dan bisa hidup rukun. Namun, menurut dia, sejak tahun 2000-an kerukunan umat beragama di Indonesia diguncang oleh gerakan intoleransi atas nama agama, yang melakukan aksi ekstremisme dan terorisme.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Radikalisme dan terorisme jelas bertentangan dengan semua ajaran agama, termasuk ajaran Islam. Sesuai dengan namanya, Islam adalah agama damai dan membawa misi rahmat bagi seluruh alam semesta atau rahmatan lil'alamin,” kata Kiai Cholil.

Persoalan tersebut bermula dari tindakan Amrozi dan kawan-kawan saat melakukan aksi bom di Legian Bali pada 2002. Para pelaku saat itu menyatakan bahwa apa yang dilakukannya dilandasi kebencian terhadap Amerika Serikat.

Setelah peristiwa bom di Bali, menurut Kiai Cholil, ada juga serangan lain di tempat-tempat penting di Indonesia, seperti bom bunuh diri di Hotel JW Marriot pada 2003, dan bom kedutaan Australia di Jakarta pada 2004.

Karena itu, dia pun kembali menegaskan bahwa ekstremisme dan terorisme bertentangan dengan semua agama. Terorisme adalah kejahatan transnasional dan kejahatan terorganisir terhadap kemanusiaan, perdamaian, dan keamanan nasional.

“Ini merugikan kesejahteraan rakyat, dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa, sehingga harus ditangani dengan tindakan luar biasa,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini.

Kiai Cholil menjelaskan, terorisme tidak dapat diatasi dengan instrumen hukum saja, tanpa disertai dengan pendekatan non-hukum, seperti deradikalisasi dan kontraradikalisasi. Mencegah terorisme bisa dilakukan dengan pendekatan hukum yang tegas, namun melawan terorisme juga harus dilakukan dengan argumentasi dan narasi yang kuat yang mampu menjawabnya.

“Pencegahan perlu dilakukan melalui jalur hukum formal dan nonformal, baik sebagai strategi preventif, maupun sebagai tindakan preemtif melalui budaya hukum dan kearifan lokal, yang merupakan solusi terbaik dalam menangkal radikalisme yang terus berkembang di Indonesia,” kata dia.

Upaya nonformal untuk mencegah radikalisme, ekstremisme, dan terorisme juga dapat melibatkan peran aktif lembaga sosial seperti sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi. “Demikian pula, organisasi keagamaan dan sosial, tokoh masyarakat, ulama, tokoh politik, dan warga negara pada umumnya dapat berkontribusi dalam menangkal berbagai bentuk terorisme,” jelas Kiai Cholil.

Pewarta: Muhyiddin Yamin

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Scribo Ergo Sum - Sampaikanlah walau satu berita