Cegah Kekerasan di Pesantren, Ratusan Guru dan Siswa Ikuti Pelatihan
BOYANESIA.REPUBLIKA.CO.ID -- Dalam rangka mencegah kekerasan, sebanyak 291 orang guru dan siswa dari empat pondok pesantren dan 42 madrasah/sekolah di level pendidikan menengah di Perguruan Attaqwa mengikuti pelatihan di Ruang Rapat Utama Yayasan Attaqwa, Kota Bekasi pada 10-12 Oktober 2023.
Pelatihan ini merupakan bagian dari program pendampingan hasil kolaborasi antara Yayasan Attaqwa, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Droupadi, dan Atiqoh Noer Alie Center. Kegiatan ini juag didukung Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Kepala Bidang Kendali Mutu Akademik dan Pendidikan Perguruan Attaqwa, Ahmad Ghozi menjelaskan, program pelatihan ini adalah bagian dari upaya penguatan pondok pesantren, madrasah, dan sekolah di Perguruan Attaqwa agar dapat menekan angka kekerasan yang terjadi.
Baca Juga: Para Muassis NU Belajar di Pesantren Tertua di Nganjuk Ini
"Penguatan menyasar pada empat aspek langsung, yakni pimpinan pondok atau kepala madrasah/sekolah, satuan tugas, guru wali kelas dan siswa,"
Sebagaimana diketahui, Permendikbud 46/2023 mengamanatkan satuan pendidikan untuk membentuk tim pencegahan dan penanganan kekerasan, maka untuk merespon itu, Perguruan Attaqwa membentuk sistem yang mengatur mulai dari pencegahan, penanganan, hingga tindaklanjut.
Program pelatihan ini adalah bagian dari upaya pencegahan, karena menyasar pada guru wali kelas dan siswa. Sebelumnya, Perguruan Attaqwa telah mengadakan pendampingan untuk pimpinan kepala madrasah/sekolah dan anggota satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.
Baca Juga: One Piece 1095: Munculnya Garling Figarland di Lembah Dewa
Narasumber dalam pelatihan ini berasal dari berbagai kampus dan NGO yang tergabung dalam konsorsium. Di ataranya, Khaerul Umam Noer dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Sipin Putra dari Universitas Kristen Indonesia, Lidwina Inge Nurtjahyo dari Universitas Indonesia, Turisih Widiyowati dari Umah Ramah, dan Ni Loh Gusti Madewanti dari Droupadi.
Dalam paparannya, Lidwina Inge berfokus pada upaya mendorong hadirnya bidang hukum dan paralegal di Yayasan Attaqwa. Menurut dia, penting bagi Perguruan Attaqwa ketika ingin mengimplementasi Permendikbudristek 46/2023 dan Peraturan Perguruan, para guru yang akan bertugas sebagai satuan tugas mampu memahami aspek-aspek dasar hukum.
Dia menuturkan, paralegal adalah kondisi yang ideal, karena paralegal adalah seseorang yang mempunyai keterampilan hukum namun ia bukan seorang ahli hukum professional. Paralegal bekerja di bawah bimbingan seorang pengacara atau yang dinilai mempunyai kemampuan hukum untuk menggunakan keterampilannya.
Baca Juga: Tradisi Asrah Batin Grobogan, Legenda Kedhana dan Kedhini
Keberadaan ahli hukum di Yayasan dan Perguruan menjadi penting, tidak hanya untuk pencegahan jika terjadi gugatan hukum, namun juga menjadi penguatan bagi pondok pesantren, madrasah dan sekolah agar lebih berhati-hati dalam pelaksanaan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan.
"Terlebih beberapa bentuk kekerasan, misalnya kekerasan seksual, membutuhkan pengetahuan, pengalaman, dan aspek penanganan hukum yang khusus," jelas dia.
Training hari terakhir dikhususkan bagi para siswa, di mana siswa secara khusus diundang untuk berbagi pengalaman mereka di sekolah. Para siswa yang hadir dibekali tentang bagaimana pemahaman atas bentuk-bentuk kekerasan, bagaimana mekanisme pelaporan, hingga bagaimana mendorong para siswa sebagai peer group yang mampu memberikan dukungan awal jika terjadi kekerasan.
Baca Juga: Viral Video Cristiano Ronaldo Ingatkan Sholat, Nitizen Doakan Masuk Islam
Kegiatan training sekaligus mendorong agar para siswa ini mampu menjadi agen perubahan di pondok pesantren, madrasah, dan sekolah, sehingga diharapkan mampu memutus matarantai kekerasan di satuan pendidikan.
![Image](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/profile/thumbs/placeholder.jpg)