Tradisi Asrah Batin Grobogan, Legenda Kedhana dan Kedhini
BOYANESIA.REPUBLIKA.CO.ID -- Indonesia adalah negara kepulauan yang terletak di Asia Tenggara, dan negara ini memiliki ragam tradisi budaya yang sangat kaya dan beragam. Salah satu tradisi menarik yang dimiliki Indonesia terdapat di Kabupaten Grobogan, yaitu tradisi Asrah Batin.
Asrah Batin merupakan tradisi yang turun temurun dilakukan oleh masyarakat di Desa Karanglangu, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Tradisi ini dijalankan dua tahun sekali dari zaman dulu sampai sekarang.
Dalam penelitiannya yang berjudul “Tradisi Asrah Batin Sebagai Wujud Keanekaragaman Budaya Daerah di Desa Karanglangu, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan”, Hestika Maherdani menjelaskan, Asrah Batin merupakan budaya yang cukup unik, mempertemukan dua desa.
Baca Juga: Viral Video Cristiano Ronaldo Ingatkan Sholat, Nitizen Doakan Masuk Islam
Menurut Hestika, keunikan kharakteristik Asrah Batin ini tercermin dari perilaku atau kebiasaan masyarakat sekitar. Selain keunikan tradisi tersebut terdapat asal usul yang melatarbelakangi munculnya tradisi Asrah Batin.
Asrah Batin mempunyai makna tradisi dan kehidupan sosial bagi masyarakat sekitar. Makna utamanya adalah menyatukan tali persaudaraan antara desa Ngombak dan desa Karanglangu, dan untuk mengenang nenek moyang yang telah mendirikan kedua desa tersebut,yaitu Raden Sutejo (Kedhana) dan Roro Mursiah (Kedhini).
Legenda Kedhana dan Kedhini
Kedhana dan Kedhini adalah saudara kandung yang melegenda di bumi Grobokan. Tentu seorang kakak tidak boleh menikah dengan adiknya. Begitu juga hubungan kedua desa Ngombak dan Karanglangu. Tidak boleh ada pernikahan antara penduduk kedua desa tersebut.
Baca Juga: Jadwal Rilis One Piece 1095: Chapter yang Mengejutkan
Karanglangu itu kakak dan Ngombak itu adiknya, keduanya terletak di daerah yang sama yaitu Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan. Namun, bentangan sungai besar Kedungmiri membuat jarak antara keduanya.
Setiap dua tahun sekali sang kakak akan selalu mengunjungi adiknya. Peristiwa ini lah yang dinamakan Upacara Asrah Batin, yang artinya Menyerahkan atau Memasrahkan Perasaan. Pemimpin Upacara Asrah Batin, A Tamsir menceritakan awal muasal tradisi Asrah Batin.
“Ceritanya bermula dari janda yang sering dikenal dengan nama Mbok Randha Dhadhapan. Dipanggil begitu karena dia tinggal di Desa Dhadhapan. Anak laki-lakinya bernama Kedhana dan anak perempuannya bernama Kedhini,” kata A Tamsir saat diwawancara Hestika Maherdani.
Baca Juga: Kenali 11 Penyebab Bau Mulut
Suatu hari, Kedhana dan Kedhini pergi dari rumah karena dimarahi oleh ibunya. Ketika dalam perjalanan, mereka pun terpisah satu sama lain. Kedhana akhirnya menetap di Desa Karanglangu dengan nama Raden Bagus Sutejo dan Kedhini menetap di Desa Ngombak dengan nama Raden Ayu Mursiyah.
Bertahun-tahun kemudian, Sutejo bertemu kembali dengan Mursiyah. Namun, keduanya sudah tidak saling mengenal satu sama lain. Tak diduga, mereka pun saling jatuh cinta, bahkan serius ingin melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.
Namun, sebelum menikah, diketahuilah bahwa mereka ternyata saudara kandung. Karena, ada bekas luka di pelipis sebelah kiri Raden Bagus Sutejo. Itu adalah bekas luka yang didapatinya setelah dipukul ibunya dulu sebelum pergi dari rumah.
Baca Juga: 8 Kali Sanji Hampir Mati di One Piece
Akhirnya, pupuslah cinta kasih dan rencana pernikahan mereka. Setelah diceritakan semua kejadian yang dialami masing-masing, merekapun terharu dan menangis. Tangisan ini merupakan tangis kebahagiaan karena dapat bertemu lagi antara kakak dan adik .
Untuk menjaga hubungan persaudaraannya, Kedhana alias Raden Bagus Sutejo dan Kedhini alias Raden Ayu Mursiyah kemudian membuat suatu perjanjian. Setiap dua kali musim panen, sang kakak akan mengunjungi adiknya bersama masyarakat Desa Karanglangu.
Sedangkan si adik beserta seluruh masyarakat desa Ngombak akan menjemputnya di tepi Sungai Kedungmiri, tempat mereka bertemu kembali.
Baca Juga: 7 Pernyataan Sikap PBNU terkait Konflik Palestina-Israel
Setelah keduanya meninggal, upacara ini tetap dilaksanakan dengan pemerannya adalah Kepala Desa Karanglangu dan Kepala Desa Ngombak. Kepala Desa Karanglangu datang dengan naik kuda diiringi oleh masyarakatnya menempuh perjalanan kurang lebih tujuh kilometer dan menyeberangi sungai.
Sang kakak akan datang sembari membawa makanan kesukaan adiknya yaitu minuman dari air tape yang disebut Badhek. Sedangkan sang adik menyiapkan sambutan dengan mengadakan “Beksan Langen Tayub” dengan diiringi “Gendhing Eling-eling Boyong” serta makanan kesukaan kakaknya, yaitu Bothok Ikan Mangut.
Selama bertahun-tahun masyarakat Karanglangu dan Ngombak melaksanakan tradisi Asrah Batin ini. Kepercayaan warga setempat, jika melaksanakan upacara ini akan mendapat keberuntungan dan jika tidak dilaksanakan akan terjadi bencana.
Baca Juga: Habib Hasan Baharun, Ulama dan Jurkam Partai NU dari Bangil
Upacara tersebut dilaksanakan dua tahun sekali yaitu pada tahun genap di bulan Ruwah hari Minggu Kliwon. Makna tradisi Asrah Batin bagi masyarakat desa Karanglangu dan desa Ngombak adalah sebagai sarana dalam memperkuat tali persaudaraan yang telah lama dibangun oleh kedua desa yaitu desa Karanglangu dan desa Ngombak.