Inovasi dan Transformasi Layanan Haji 2024
Oleh: Prof Masnun Tahir
MAKKAH -- Tahun ini saya mendapat amanah dari Menteri Agama (Menag) untuk menjadi salah satu anggota Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) pada pelaksanaan operasional penyelenggaraan ibadah haji 1445 H. Tim Monev bekerja bersama staf ahli dan staf khusus menteri, sejumlah Kepala Kanwil Kemenag, perwakilan kementerian BUMN, serta beberapa rektor PTKIN.
Tugas Tim Monev adalah memantau dan mengevaluasi kinerja Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi selama melaksanakan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jamaah haji Indonesia. Tim ini juga melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi kepada PPIH Arab Saudi untuk ditindaklanjuti, disamping menyusun rekomendasi untuk pelaksanaan pada tahun berikutnya.
Pada hari pertama setibanya di bandara internasional King Abdul Azis Jeddah, Tim Monev langsung berkoordinasi dengan petugas Daker Bandara terkait penerimaan kedatangan jamaah haji Indonesia. Pemberlakuan fast track di tiga bandara tanah air; bandara internasional Adi Soemarno (SOC), bandara internasional Juanda (SUB) dan bandara internasional Soekarno-Hatta (JKT), mendapat apresiasi dari berbagai kalangan karena dinilai efektif memangkas waktu tunggu yang bisa mencapai tiga jam.
Jamaah tidak perlu lagi menunggu pengecekan visa dan pasport karena hal itu sudah dilakukan di tanah air. Ketika turun dari pesawat, jamaah bisa langsung menuju bus yang mengantarnya ke hotel, sehingga mereka punya waktu lebih untuk istirahat usai perjalanan jauh yang melelahkan.
Selain pemberlakuan fast track, inovasi lainnya adalah penerapan konsep "One Stop Service" di seluruh embarkasi. Layanan ini didesain secara terpadu agar jamaah haji mendapat kemudahan dari sisi akomodasi, transportasi, serta bantuan medis, dan layanan pemantapan manasik haji. Layanan satu atap ini tentu memberikan kenyamanan bagi jemaah haji terlebih bagi jamaah lansia, jamaah dengan risiko tinggi (risti) dan jamaah penyandang disabilitas.
Pengembangan dan inovasi layanan yang terus diupayakan mendapat respons dan apresiasi yang luar biasa dari para jamaah. Mereka mengakui dan memberikan testimoni adanya transformasi layanan dan hospitality dari para petugas haji selama di tanah suci.
“Layanan bagus sekali, kami belum lapar makanan sudah datang. Terima kasih para petugas,” kata salah satu jamaah
Tidak hanya itu, ketika di Madinah, mereka mengakui adanya lompatan pelayanan dari pola-pola konvensional yang sebelumnya dilakukan dengan cara manual kini banyak hal diselenggarakan berbasis digital, seperti masuk Raudhah dengan menggunakan tasrih secara kolektif, maupun pelaporan yang disediakan dalam platform aplikasi Kawal Haji.
Meski berbagai kemudahan dan efektivitas pelayanan dalam format digital telah diterapkan, namun hal ini tetap bukan perkara mudah. Hal ini dikarenakan jemaah haji kita sangat plural dengan berbagai latar belakang usia, etnis, bahasa dan pendidikan. Pemberian smart card, misalnya, termasuk praktik layanan haji berbasis digital yang memerlukan perhatian khusus, terutama bagi para haji lansia yang membutuhkan bantuan dalam berbagai hal.
Secara profesional, saya melihat para petugas memang tidak menyeragamkan pendekatan dalam pelayanan jamaah haji. Tidak semua pendekatan sama dalam melayani jamaah haji Indonesia, karena tentu para ja000maah memiliki perbedaan latar belakang. Pendekatan kombinasi (blanded approach) antara manual dan digital dalam realitasnya sangat urgen digunakan. Konteks digitalisasi ini membutuhkan pendekatan multiperspektif di dalam memberikan literasi dan mitigasi terhadap setiap kebijakan pengelolaan haji.
Kehadiran PPIH secara langsung di tengah-tengah jamaah selain menambah kedekatan batin juga mempercepat komunikasi untuk bertanya dan mungkin memberikan masukan ke arah yang lebih baik.
Selama melaksanakan pengawasan, para petugas yang berasal dari berbagai latar belakang daerah, profesi dan ormas bahu membahu melakukan inovasi dan ijtihad dalam melayani jamaah merujuk pada pesan profesional spiritual Menteri Agama yang dikemas dalam jargon “Pengabdianku Ibadahku”.
Sebagaimana menjelang puncak penyelenggaraan haji saat ini, atau sering disebut dengan istilah Armuzna, beragam persiapan dilaksanakan. Inilah puncak haji yang membutuhkan atensi seluruh petugas haji. Pergerakan jamaah dari pemondokan-pemondokan di Makkah ke Arafah, Muzdalifah, Mina dan balik ke Makkah beserta aktivitas yang menyertainya, itulah yang terus kami koordinasikan setiap siang dan malam menjelang Armuza, semacam wakaf pemikiran untuk kesuksesan haji tahun ini.
Koordinasi dipimpin langsung oleh Sekjen Kemenag, didampingi Dirjen PHU, Irjen, Tim Monev, seluruh PPIH Saudi Arabia, Konbad dan Tim Mukhtasar Diniy yang bertugas memberikan fatwa atas atas persoalan-persoalan hukum seputar haji. Secara tegas Sekjen Kemenag menekankan perlunya konsolidasi yang kokoh antara petugas haji termasuk di lapangan, mematangkan pelaksanakan murur yang merupakan kebijakan mandatori untuk kemaslahatan jamaah lansia, risti, disabilitas dan pendampingnya. Begitu juga harus memperhatikan pengorganisasian jamaah yang murur yang diprioritaskan bagi jamaah dengan resiko tinggi, lanjut usia dan pendampingya, serta para penyandang disabilitas.
Skema murur diterapkan kepada jamaah haji sebagai ikhtiar untuk menjaga keselamatan jiwa jamaah haji di tengah kepadatan dan keterbatasan area Muzdhalifah yang pada tahun ini menjadi semakin sempit karena Mina Jadid tidak lagi ditempati jamaah haji Indonesia dan berpotensi kepadatan yang luar biasa dan dapat membahayakan jamaah haji Indonesia.
Skema ini akan dilakukan dengan cara mabit (bermalam) yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah di mana jamaah tidak diperkenankan turun dari kendaraan dan kemudian kendaraan langsung mebawa jamaah haji menuju tenda di Mina. Konteks ini merupakan hasil arahan setelah agenda pertemuan dengan para mukhtasar diniy. Hasil pertemuan telah didapatkan dan hasilnya sangat produktif dan sesuai dengan ekspektasi kita.
Konteks ini menunjukkan bahwa berbagai perubahan kondisional yang ada dari berbagai sektor penyelenggaraan haji telah disikapi dengan sangat cepat oleh petugas haji. Selain itu, identifikasi berbagai persoalan di lapangan yang dialami oleh para jamaah telah dilakukan dan secepat mungkin meghadirkan solusi terbaik bagi jamaah sebagai ikhtiar penyelesaian problematika yang dihadapi dengan pendekatan kontekstual, tergantung pada problem dan solusi yang dibutuhkan.
Allhaummaj’al hajjana hajjan mabruura.
*Guru Besar dan Rektor UIN Mataram, Ketua PWNU NTB, dan Petugas Monitoring dan Evaluasi Haji 2024